Find Us On Social Media :
Jaga Ketersediaan Bahan Pokok, Jokowi Siapkan 4 Skema Intensif Bagi Petani dan Nelayan (Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden)

Geram, Jokowi Pertanyakan Anggaran Kesehatan Baru Cair 1,53 Persen

Kumairoh - Senin, 29 Juni 2020 | 11:27 WIB

 

Sonora.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku jengkel dengan kinerja menteri Kabinet Indonesia Maju. Hal itu terlihat saat Presiden Jokowi menggelar rapat terbatas 18 Juni 2020 lalu, seperti yang ditayangkan YouTube Setpres pada Minggu (28/6/2020).

Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menyinggung soal belanja kesehatan untuk penanganan Covid-19 yang masih kecil yakni 1,53 persen saja padahal anggaran yang disiapkan mencapai Rp 75 triliun.

"Saya lihat laporan masih biasa-biasa saja. Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya karena uang beredar akan semakin banyak konsumsi masyarkaat akan semakin naik," tegas Jokowi.

"Bidang kesehatan dianggarkan 75 Triliun baru keluar 1,53 persen coba. Segera itu dikeluarkan dengan penggunaan yang tepat sasaran," lanjutnya.

Menanggapi itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir mengklarifikasi soal keterlambatan pencairan dana insentif bagi para tenaga medis atau kesehatan.

Baca Juga: Daftar Aset Tanah dan Bangunan Milik Jokowi, Total Harta Kekayaan hingga Rp 54 Miliar

Abdul Kadir menuturkan, Pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun. Dari jumlah itu, Rp 3,7 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK).

Kemudian sisanya Rp 1,9 triliun dikelola oleh Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp 60 miliar.

Ia menilai, keterlambatan pencairan dana dikarenakan terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kemenkes.

"Alurnya terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan DIPA(Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) oleh Kementerian Keuangan," kata Abdul Kadir di Jakarta, Senin (29/6/2020).

Karenanya, untuk memudahkan proses pembayaran, menurut Abdul Kadir, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah merevisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020. Sehingga verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes dilimpahkan ke Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.