Find Us On Social Media :
Diskusi “Isu Penting Energi dan SDA Sumsel” Outlook Series Jurnalis AJI Palembang 2021, Selasa (29/12/2020). ()

Banyaknya Tantangan dalam Pengembangan Energi Terbarukan Biodiesel 100

Fernado Oktareza - Rabu, 30 Desember 2020 | 20:00 WIB


Palembang, Sonora.ID
 –
Rencana pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk menciptakan energi terbarukan melalui Biodiesel 100 atau B100 mendapat banyak tantangan.

Pemerintah pusat menargetkan 14 Juta hektare (ha) kebun sawit di Indonesia pada tahun 2022, sebagai langkah mendukung energi terbarukan.

Namun, dalam prakteknya masih banyak perusahaan sawit terutama di Sumatra Selatan yang melakukan kebijakan atau praktek jahat dalam pembukaan lahan.

Baca Juga: Menginap di Hotel Palembang Tidak Perlu Rapid Antigen, Ketua PHRI: Kalau Tidak Ada Masalah Kenapa Harus Rapid?

“Langkah pemerintah, mewujudkan B100 membutuhkan 14 juta ha lahan sawit baru. Kondisi ini ada potensi konflik pembukaan lahan baru. Apa lagi beberapa perusahaan yang ditunjuk tidak memiliki kebijakan NDPE,” ungkap Direktur Perkumpulan Lingkar Hijau Sumsel, Hadi Jatmiko, dalam diskusi 'Isu Penting Energi dan SDA Sumsel' Outlook Series Jurnalis AJI Palembang 2021, Selasa (29/12/2020).

Menurut Hadi, dari sepuluh perusahaan sawit yang menyuplai biodiesel di Sumsel, baru ada tujuh perusahaan yang memiliki NDPE. Namun, berapa perusahaan yang telah memiliki NDPE, juga masih kerap melakukan pelanggaran.

Perlu upaya dari pemerintah dalam merevisi kebijakan, untuk beberapa perusahaan yang diberikan mandat mengelola energi. Perlu melibatkan masyarakat (petani), pegiat lingkungan hidup dan pegiat ham agar kebijakan pengelolaan lingkungan dapat lebihtransparan,” jelas dia.

Baca Juga: Menginap di Hotel Palembang Tidak Perlu Rapid Antigen, Ketua PHRI: Kalau Tidak Ada Masalah Kenapa Harus Rapid?

Selama ini pemerintah, belum pernah melibatkan perumusan kebijakan energi terbarukan yang melibatkan masyarakat. Keuntungan pun hanyaberputar di perusahaan besar.

Sejauh ini belum ada keuntungan bagi petani, program pemerintah hanya membantu pengusaha dalam hal inisetelah muncul penolakan sawit Indonesia di Eropa tahun 2016 lalu,” jelas dia.