Find Us On Social Media :
Anak-anak di sebuah desa di Nusa Tenggara Timur sedang bercanda ria bersama teman-temannya. (BKKBN)

Victor Laiskodat: Kepala Daerah di NTT Wajib Dukung Program RAN PASTI

Jumar Sudiyana - Jumat, 4 Maret 2022 | 18:39 WIB

Kupang, Sonora.Id - Komitmen dan dukungan penuh akan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) terus bergulir dari berbagai provinsi dan kabupaten serta kotamadya. Setelah Jawa Tengah dan Jawa Timur, kali ini dukungan dan komitmen datang dengan tegas dari Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Vicktor Bungtilu Laiskodat.

 
Dalam acara Sosialiasi RAN PASTI yang diaadakan di Kupang hari Jumat ini (4 Maret 2022), Vicktor Laiskodat merasa malu nama NTT hanya dikenal masyarakat  luar NTT sebagai “juaranya” kemikiskinan dan angka stunting saja.

“Saya mengajak kita semua untuk bekerja maksimal dalam pengentasan kemiskinan dan menurunkan angka stunting. Mulai hari ini, saya perintahkan kepada semua jajaran saya dan kepada seluruh kepala daerah se-NTT untuk menggunakan data akurat yang dimiliki Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam memetakan keluarga yang memiliki anak stunting dan keluarga yang berpotensi stunting. Data tentang keluarga yang by name by addres milik BKKBN sangat memudahkan kita untuk melakukan intervensi kepada keluarga yang berpotensi stunting,” ujar Vicktor Laiskodat 
 
Menurut mantan Anggota DPR RI periode 2004 – 2009 dan 2014 – 2019 itu, tidak ada cara lain untuk menurunkan angka stunting selain berkolaborasi dengan semua kalangan di NTT. Dirinya tidak ingin ada kepala daerah yang hanya “duduk” di kantor saja  tetapi harus turun langsung ke desa-desa untuk memonitor langsung soal stunting di daerahnya masing-masing.
 
“Jika ada program yang tidak berjalan dengan benar di daerah, saya akan salahkan kemana saja bupati dan walikotanya selama ini. Saya tidak mau lagi mendengar kabar ada 90 persen ibu-ibu warga Kabupaten Malaka yang kadar HB nya di bawah 90. Saya juga tidak ingin lagi jika berkunjung ke daerah-daerah hanya mendapat laporan soal luas wilayah atau jumlah penduduk. Mulai saat ini saya ingin ada laporan berapa orang yang hamil di desa, berapa anak stunting yang ada. Data-data di luar stunting bisa saya cari sendiri dari internet,”papar Victor Laiskodat.
 
Sebelumnya, Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menyebutkan persoalan stunting di NTT bisa “dikeroyok” bersama antara pusat dengan daerah, antara BKKBN selaku ketua pelaksana percepatan penurunan stunting nasional dengan sejumlah kementerian dan lembaga bersama jajaran pemerintahan daerah. Gelontoran dana untuk pernurunan stunting telah tersedia dari Pusat dan bisa dibagi ke semua kabupaten dan kota yang ada di NTT.
 
“Dukungan dan komitmen tegas dari Gubernur NTT ini menunjukkan bahwa percepatan penurunan stunting di NTT pada khususnya dan Indonesia pada umumnya sudah on the track. BKKBN memiliki 4.298  Tim Pendamping Keluarga (TPK) di NTT yang jika disetarakan berjumlah 12.894 orang. Apalagi jika  TPK dikolaborasikan dengan 75 perguruan tinggi yang ada di NTT dengan Program Kampus Merdeka, maka akan menghasilkan pola kerjasama yang dasyat untuk ikhtiar kita menpercepat penurunan stunting di NTT,” jelas Hasto Wardoyo.
 
Sementara itu Bupati Manggarai Timur Agas Andreas yang hadir dalam acara sosialisasi RAN PASTI di Kupang mengakui sangat terbantu dengan data dan program yang dimiliki BKKBN.

“Saya bertekad dengan arahan jelas dan tegas dari Gubernur NTT serta bimbingan teknis dari BKKBN akan bisa menunrunkan stunting di daerah saya,”tutur Agas Andreas.
 
Rangkaian acara sosialisasi RAN PASTI di NTT ini menjadi penting dan strategis untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah-daerah.
 
Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 NTT memiliki  15 kabupaten berkategori  “merah”.  Pelabelan status merah tersebut berdasarkan prevalensi stuntingnya masih di atas 30 persen.
 
Ke-15 kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Alor, Sumba Barat Daya, Manggarai Timur, Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Belu, Manggarai Barat, Sumba Barat, Sumba Tengah, Sabu Raijua, Manggarai, Lembata dan Malaka. Bahkan Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara memiliki prevalensi di atas  46 persen
 
Bahkan, lima kabupaten di NTT masuk ke dalam 10 besar daerah yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air. Ke lima kabupaten tersebut adalah Timor Tengah Selatan di urutan pertama, Timor Tengah Utara di posisi ke dua, Alor di peringkat ke-lima, Sumba Barat Daya di rangking ke-enam, serta Manggarai Timur di posisi 8 dari 246 kabupaten/kota yang menjadi prioritas percepatan penurunan stunting.
 
Sementara sisanya, 7 kabupaten dan kota berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Ngada, Sumba Timur, Negekeo, Ende, Sikka, Kota Kupang serta Flores Timur. Bahkan tiga daerah seperti Ngada, Sumba Timur dan Negekeo mendekati status merah.
 
Tidak ada satupun daerah di NTT yang berstatus hijau yakni berpravelensi stunting antara 10 hingga 20 persen. Apalagi berstatus biru untuk prevalensi stunting di bawah 10 persen.
 
Semoga cerita “minor” tentang stunting di NTT kelak hanya menjadi catatan masa lalu dan ke depannya menjadi kisah sukses NTT yang layak menjadi nukilan sejarah.