Find Us On Social Media :
Presiden Joko Widodo (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Jokowi: Gotong Royong Bangun Kemandirian Pangan, hingga Waspadai Krisis Ekonomi

Theresia Olivia Itran - Rabu, 22 Juni 2022 | 13:46 WIB
Sonora.ID - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa saat ini seluruh negara menghadapi kompetisi global yang terjadi hampir di semua sektor dari hulu sampai hilir. 
 
“Tidak hanya berkompetisi di bidang ekonomi, di bidang bisnis, tapi juga SDM di bidang sains dan teknologi, dan termasuk yang kita alami sekarang ini kompetisi dalam menghadapi krisis pangan maupun krisis energi global,” ucap Presiden dalam sambutan saat meresmikan Pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) II Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Sekolah Partai DPP PDIP, Jakarta, pada Selasa, (21/06/2022).
 
Untuk itu, menurut Jokowi, budaya gotong royong dapat menjadi salah satu strategi yang baik dalam menghadapi krisis saat ini. 
 
Seperti ajaran Bung Karno, gotong royong merupakan satu karya untuk menghasilkan sebuah prestasi besar.
 
“Bukankah semua orang melakukan hal yang sama? Tetapi kata Bung Karno gotong royong adalah pembantingan tulang bersama. Gotong royong adalah perjuangan bantu-membantu bersama, membangun satu kekuatan bersama, holopis kuntul baris,” ujarnya. 
 
Sehingga, di bidang pangan, Presiden mendorong seluruh pihak untuk bergotong-royong dalam membangun kemandirian pangan dan berdikari di urusan pangan. 
 
“Kedaulatan pangan, ketahanan pangan betul-betul harus menjadi konsentrasi kita, fokus kita ke depan,” lanjutnya. 
 
Dalam memperkuat ketahanan pangan nasional, Presiden meminta setiap daerah dapat menanam bahan pangan sesuai dengan karakteristik tanah, kondisi masyarakat, dan tradisi makan daerah masing-masing.
 
Menurut Presiden, hal tersebut nantinya akan menjadi keunggulan pangan setiap daerah dengan karakter yang berbeda-beda. 
 
Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun Presiden RI Ke 61, Puluhan Mahasiswa Demo di Depan Monas Minta 3 Hal Ini dan Ucapkan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi
 
“Papua misalnya tanahnya cocok untuk menanam sagu, tradisi makanan pokoknya sagu, jangan kita paksa-paksa untuk makan padi, makan beras dan kita paksa-paksa untuk menanam padi, untuk makan nasi. Jangan kita paksa untuk keluar dari kekuatannya, dari karakternya apalagi,” tambahnya. 
 
Selain itu, Presiden juga memberikan contoh Kabupaten Waingapu, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki kontur tanah yang baik untuk ditanami sorgum dan jagung.
 
Kepala Negara menjelaskan bahwa sorgum yang ditanam di tanah NTT tumbuh subur dan hijau. 
 
“Ternyata sebelumnya memang warga di NTT itu nanamnya sorgum atau cantel tapi bergeser ke beras, di sinilah kekeliruannya. Sehingga ini kita akan menanam besar-besaran di NTT sorgum dan sudah kita coba 40 hektare di Waingapu,” imbuhnya. 
 
Lebih lanjut, Presiden meminta agar NTT mempertahankan kekuatan pangannya dengan tetap menanam sorgum. Menurutnya, sorgum dapat menjadi pengganti gandum yang saat ini mengalami kenaikan harga cukup tinggi mencapai angka 30 persen. 
 
“Impor kita gandum sekarang ini 11 juta ton, sangat besar sekali. Ini yang harus mulai dipikirkan,” tegas kepala negara. 
 
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menjelaskan bahwa saat ini dunia masih menghadapi krisis yang sulit dan bertubi-tubi, mulai dari krisis pangan hingga keuangan. 
 
Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memprediksi 60 negara di dunia akan mengalami kesulitan dalam perekonomiannya. 
 
“Terakhir baru kemarin saya mendapatkan informasi 60 negara akan ambruk ekonominya, 42 dipastikan sudah menuju ke sana. Siapa yang mau membantu mereka kalau sudah 42?” kata Presiden.
 
“Mungkin kalau 1, 2, 3 negara krisis bisa dibantu mungkin dari lembaga-lembaga internasional, tapi kalau sudah 42 nanti betul dan mencapai bisa 60 betul kita enggak ngerti apa yang harus kita lakukan,” tambahnya. 
 
Untuk itu, Presiden pun mengingatkan semua pihak agar terus waspada dan berhati-hati dalam menghadapi keadaan yang penuh dengan ketidakpastian ini.
 
Menurutnya, sudah ada sejumlah negara yang mengalami krisis karena tidak memiliki cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi. 
 
“Kemudian terjebak juga kepada pinjaman utang yang sangat tinggi karena debt rasionya terlalu tinggi. Jadi sekali lagi ngeri saya kalau lihat angka-angkanya,” ucapnya. 
 
Baca Juga: Selamat Ulang Tahun Presiden Jokowi! Ternyata Wetonnya Sangat Istimewa, Pantas Jadi Presiden!