Find Us On Social Media :
Yasonna Laoly dikritik KPK (Kompas.com)

Yasona Laoly: RUU KUHP Reformatif, Progresif, dan Responsif dengan Situasi di Indonesia.

Paramayudha Adikara - Senin, 12 Desember 2022 | 21:31 WIB

Jakarta,Sonora.Id - Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah disahkan menjadi undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Pengesahan tersebut mendapat berbagai tanggapan, baik pro dan kontra. Di luar pro dan kontra, KUHP Baru dinilai sebagai sebuah gambaran, terhadap perjalanan hukum di Indonesia, yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pemberantasan terorisme.

Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Gunawan mengatakan; pengaturan tindak pidana terorisme di Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah gambaran, tentang perkembangan politik hukum pidana di Indonesia, dimana pemberantasan terhadap tindak pidana serius, terus dijalankan dan berkembang.

Dalam perkembangannya, kebijakan pemberantasan terorisme di Indonesia mengalami transformasi, dari semula bersifat represif menjadi bersifat preventif. Hal tersebut tertuang pada Undang-Undang No. 5 Tahun 2018, sebagai pengganti atas Undang-Undang No.15 Tahun 2003.

“Pembaharuan kebijakan terorisme dilakukan dengan mengubah dari tindakan represif berupa ancaman pidana maksimal, atau pidana mati, atau pidana seumur hidup, menjadi suatu tindakan preventif. Kondisi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003,” terang Bambang dalam Talk Show ‘Quo Vadis Pemberantasan Terorisme di Indonesia Menurut KUHP Baru: Suatu Catatan Akhir Tahun’, yang diselenggarakan oleh Kominfo bersama dengan Universitas Indonesia (UI), Senin (12/12/2022)

Selain itu dalam mengedepankan sifat preventif atau pencegahan untuk menangani permasalahan terorisme di Indonesia, pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2013, yang merupakan jawaban atas rekomendasi financial action task force, dan juga sebagai jawaban atas ratifikasi dari Konvensi Internasional Tentang Pencegahan Pendanaan Terorisme Tahun 1999.

Baca Juga: Yasonna Laoly sebut Indonesia mesti bangga punya KUHP lebih humanis

Dengan demikian KUHP Baru ini dapat menggambarkan, jika upaya pencegahan atau preventif, menjadi landasan filosofis sekaligus menjadi landasan strategis yang dipilih oleh negara, dalam menangani tindak pidana terorisme di Indonesia.

“Hadirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 merupakan respon atas rekomendasi financial action task force, dan sebagai konsekuensi logis terhadap di ratifikasinya konvensi internasional, tentang pencegahan dan pendanaan terorisme tahun 1999. Pengesahan ketentuan ini menggambarkan, upaya pencegahan menjadi landasan filosofis, sekaligus strategi yang dipilih membentuk undang-undang, dalam penanganan tindak pidana terorisme di Indonesia”, ujar Bambang, Senin (12/12/2022)

RUU KUHP kini telah disahkan menjadi Undang-Undang, dan pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI pada hari Selasa 6 Desember 2022 yang lalu. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pengesahan ini merupakan momentum bersejarah dalam peyelenggaraan hukum pidana di Indonesia.

“Kita patut berbangga karena berhasil memiliki KUHP sendiri, bukan buatan negara lain. Jika dihitung dari mulai berlakunya KUHP Belanda di Indonesia tahun 1918, sudah 104 tahun sampai saat ini. Indonesia sendiri telah merumuskan pembaruan hukum pidana sejak 1963,” ujar Yasonna usai rapat Paripurna DPR RI, Selasa (6/12/2022)

Setelah bertahun-tahun Indonesia menggunakan KUHP produk Belanda, saat ini Indonesia telah memiliki KUHP sendiri. Menurutnya, KUHP produk Belanda sudah tidak lagi relevan, dan tidak dapat megakomodir kebutuhan hukum pidana di Indonesia saat ini. Oleh sebab itulah, pengesahan dilakukan oleh DPR RI.

“Produk Belanda tidak relevan lagi dengan Indonesia. Sementara RUU KUHP sudah sangat reformatif, progresif, juga responsif dengan situasi di Indonesia,” terang Yasonna, Selasa (6/12/2022)