Bandung, Sonora.ID – Dinamika pengelolaan transportasi udara di Jawa Barat kembali mengemuka. Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) menekankan pentingnya solusi bersama menyikapi usulan Wali Kota Bandung terkait pembukaan kembali penerbangan komersial di Bandara Husein Sastranegara.
Harapannya, pemerintah pusat dapat melahirkan kebijakan yang menguntungkan kedua belah pihak, baik untuk Pemprov Jabar maupun Pemkot Bandung.
Hal tersebut disampaikan Asisten Daerah II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Jabar, Sumasna, di Kota Bandung.
Sumasna menegaskan bahwa Pemprov Jabar tetap berkomitmen mendukung optimalisasi Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati di Majalengka.
“Kita masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Tentu harapan kami ada jalan tengah, kebijakan yang mengakomodasi kepentingan dua wilayah,” kata Sumasna, dikutip dari siaran pers Diskominfo Jabar, Rabu (18/6/2025).
Menurutnya, BIJB Kertajati memiliki peran strategis, khususnya untuk melayani warga di wilayah timur Jawa Barat dan sebagian barat Jawa Tengah. Bandara ini juga dinilai vital untuk keberangkatan jemaah haji dan umrah, mengingat lokasinya yang dekat dengan basis populasi besar dan permintaan yang tinggi.
“Pasar haji dan umrah dari wilayah tersebut sangat jelas dan potensial. BIJB harus tetap menjadi prioritas dalam pengembangan jaringan penerbangan,” tegasnya.
Namun, Sumasna juga mengakui pentingnya Bandara Husein Sastranegara bagi pertumbuhan ekonomi Kota Bandung, terutama dalam mendukung sektor pariwisata dan bisnis. Sebagai Ibu Kota Provinsi, Bandung membutuhkan akses udara yang efisien untuk mendongkrak daya saingnya.
“Bandara itu bukan sekadar infrastruktur, tapi penggerak ekonomi. Saya paham betul pentingnya Bandara Husein bagi Bandung. Karena itu, kami terbuka terhadap dialog dan solusi bersama,” ungkapnya.
Sejak BIJB Kertajati dioperasikan secara penuh, sebagian besar rute penerbangan domestik dari Husein Sastranegara dipindahkan. Hal ini memicu tantangan tersendiri bagi pelaku usaha dan masyarakat Kota Bandung, khususnya terkait waktu dan biaya perjalanan yang meningkat ke Majalengka.
Desakan untuk membuka kembali penerbangan komersial dari Bandara Husein pun menguat, seiring evaluasi efektivitas perpindahan rute penerbangan yang dinilai belum sepenuhnya ideal.
Dengan kondisi ini, Pemprov Jabar menegaskan bahwa kepentingan dua wilayah tidak harus bertolak belakang. Justru, kata Sumasna, diperlukan pendekatan kolaboratif agar kedua bandara dapat tumbuh secara berimbang dan saling mengisi peran.
“Ini bukan soal memilih satu dan menutup lainnya. Kita cari jalan tengah. Kertajati tetap dikembangkan, Husein bisa dimaksimalkan sesuai kebutuhan lokal. Intinya, warga Jabar harus tetap diuntungkan,” pungkasnya.
Kini bola berada di tangan pemerintah pusat. Mampukah lahir sebuah kebijakan yang tidak hanya adil, tetapi juga cerdas dalam merespons kebutuhan pembangunan daerah secara berkelanjutan? Waktu yang akan menjawabnya.