Indonesia Dicabut Dari Daftar Negara Berkembang oleh AS, Ada Maunya?

22 Februari 2020 10:05 WIB
Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo ( grid.id)

Sonora.ID - Kantor Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat (AS) atau Office of the US Trade Representative (USTR) telah resmi mencabut prefensi khusus anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) termasuk Indonesia dalam daftar negara berkembang.

Hal ini menandakan jika Indonesia telah menjadi negara maju di mata Amerika Serikat.

Baca Juga: Masih tentang 212, Istana Angkat Suara terkait ‘Jatuhkan Jokowi’

Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto menyebutkan jika hal ini nantinya akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas negara berkembang.

“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya seperti dikutip Kontan.co.id

Selain itu, ekspor barang-barang Indonesia juga akan mengalami kenaikan tarif yang tinggi dibanding negara berkembang lainnya.

Sebagai contoh, pajak-pajak yang diatur oleh AS atas barang Indonesia akan lebih tinggi, termasuk bea cukainya.

Baca Juga: Virus Corona Justru Dianggap Menguntungkan oleh Menteri Amerika Serikat

Namun Airlangga tidak memastikan akan hal ini, ia mengatakan jika hal tersebut tak perlu dikhawatirkan terlalu serius.

“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.

Diketahui jika China, Brasil, India dan Afrika Selatan adalah negara-negara yang telah dicabut oleh AS sebagai negara berkembang oleh USTR.

Baca Juga: Intel Israel Bantu Amerika Serikat dalam Pembunuhan Jenderal Iran

Sementara, Wakil Direktur Masyarakat China untuk Studi WTO menyebut jika penghapusan tersebut hanya akan membuat AS lebih mudah dalam menyelidiki apakah negara-negara ini secara tidak adil melakukan subsidi ekspor.

Bahkan ia juga menilai jika pengumuman AS itu telah merusak otoritas sistem perdagangan multilateral.

“Tindakan itu telah merugikan kepentingan China dan anggota WTO lainnya,” kata Xue seperti dikutip People’s Daily.

China dengan tegas selalu mendukung sistem multilateral, karena sistem tersebut mampu meciptakan negosiasi yang efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dunia.

Baca Juga: Virus Corona Justru Dianggap Menguntungkan oleh Menteri Amerika Serikat

USTR sendiri telah merevisi metodologi negara berkembang untuk investigasi atas bea balik, sebuah bea yang dikenakan pada impor, karena menurutnya pedoman negara sebelumnya dianggap sudah using.

Untuk memperbarui daftar internalnya, USTR telah mempertimbangkan faktor perdagangan dan ekonomi, misal tingkat perkembangan ekonomi suatu negara dan bagian negara dari perdagangan dunia.

Baca Juga: Menko Luhut: Jepang dan Amerika Serikat 'Lirik' Perairan Natuna

USTR berpedoman pada indikator sederhana dalam membuat penetapan tersebut yakni negera-negara yang memiliki pangsa 0,5 persen atau lebih dari perdagangan dunia sudah bisa dikatakan sebagai negara maju.

Padahal kesepakatan sebelumnya ada di angka 2 persen atau lebih.

Selain itu, USTR juga tak memasukan indikator pembangunan sosial seperti tingkat kematian bayi, tingkat buta huruf orang dewasa, harapan hidup saat lahir atau lain sebagainya sebagai bentuk dasar untuk mengubah penunjukan tersebut.

Baca Juga: DPR: Ketegangan Amerika-Iran Bisa Berdampak Perekonomian Indonesia

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm