Mengenalkan Konsep ‘Consent’ pada Anak Sejak Dini, Bagaimana Caranya?

20 November 2021 11:30 WIB
Ilustrasi mengajarkan anak.
Ilustrasi mengajarkan anak. ( gpointstudio)

 

Sonora.ID – Belakangan ini, perbincangan mengenai consent ramai digaungkan di jagat media sosial.

Meski konteksnya mengacu pada aktivitas seksual, topik ini pantas menjadi perhatian bagi para orangtua, tidak terkecuali yang memiliki anak di usia dini.

Consent atau yang juga dipahami sebagai persetujuan, izin, atau kesepakatan antara individu, tidak melulu soal hubungan intim.

Sentuhan, kepemilikan benda, dan cara-cara lain dalam bersikap yang melibatkan orang lain adalah hal yang bersifat konsensual atau membutuhkan kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat.

Baca Juga: Cara Sederhana Menanamkan Sikap Peduli Pada Anak Sejak Dini

Dari sini, kita dapat menyadari bahwa consent dapat menjadi hal yang diajarkan kepada anak mulai usia dini. Dengan harapan, seiring beranjak dewasa ia dapat menjadi individu yang menghargai sesama manusia.

Lantas, pada masa di mana ia telah siap untuk berhubungan seksual, inilah yang menjadi pegangannya dalam bertindak.

Penting diketahui bahwa tanpa adanya persetujuan (consent) seksual dari seorang individu, sebuah tindakan dapat dikategorikan sebagai pelecehan bahkan kekerasan seksual.

Berikut adalah cara-cara yang dapat ditempuh orangtua untuk mengenalkan konsep consent kepada anak berusia dini seperti yang dilansir dari raisingchildren.net.au.

Baca Juga: Peran Orang Tua dalam Memumpuk Harapan pada Sang Anak sejak Kecil

Dimulai dari menghormati pilihan sang anak

Setiap anak tentu memiliki hal yang ia suka dan tidak suka, serta hal yang membuatnya nyaman dan sebaliknya. 

Walau senang dipeluk, belum tentu dalam momen tertentu ia menghendakinya. Sering dicium oleh ayah dan ibunya pun tidak semerta-merta membuatnya senang apabila dicium oleh paman, bibi, sepupu, atau orang-orang lainnya.

Jika menemui sang anak yang terlihat tidak nyaman atau bahkan terang-terangan menolak dipeluk atau dicium oleh sanak saudara atau teman dari orangtuanya, misal, maka hormatilah ketidakinginannya.

Baca Juga: Setelah Punya Anak, Andhika Pratama Jadi Lebih Hormat ke Orang Tua, Kok Bisa?

“Oh... enggak mau dicium Kak, katanya,” orangtua dapat menyuarakan tersebut kepada orang yang dimaksud.

Selain itu, orang tua dapat memberi opsi lainnya, “enggak apa-apa kalau enggak mau peluk Tante A, kalau tos aja gimana?” Semisal anak masih menolak juga, maka hargailah keputusannya.

Hal ini sebaiknya tidak hanya berlaku pada orang lain saja, melainkan juga bagi sang orangtua. Ketika anak sedang marah atau sedih, tanyakan apakah ia membutuhkan pelukan dan kehadiran ayah ibu alih-alih langsung bertindak.

Begitu pula dalam hal membagikan foto atau video yang memuat wajah sang anak ke media sosial. Sebisa mungkin, mintalah izin padanya sebelum mengunggah foto atau video tersebut.

Baca Juga: 5 Tips Menumbuhkan Sikap Toleransi Pada Anak yang Wajib Diketahui Orangtua!

Ajarkan anak untuk menghormati batasan-batasan milik orang lain

Dalam kesehariannya, anak dapat berinteraksi dengan banyak orang, mulai dari ayah, ibu, kakak, adik, atau teman-teman sebaya.

Berilah mereka pemahaman bahwa setiap orang memiliki propertinya masing-masing; dan untuk mengaksesnya, diperlukan izin dari pemiliknya.

Baca Juga: Orangtua Wajib Tahu! 5 Tips Mengenalkan Profesi Pada Anak Sejak Dini

Misalnya, jika sang anak ingin memasuki ruang kerja ayahnya, maka sampaikanlah, “Nak, kalau kamu ingin masuk ke ruang kerja Ayah, minta izin dari Ayah dulu, ya,” Orang tua juga sebaiknya menjelaskan alasannya, “kan, di situ banyak barang-barang penting milik Ayah yang mungkin baiknya enggak kita sentuh.”

Selain barang maupun ruang pribadi, anak juga perlu diberi pemahaman bahwa tubuh milik orang lain adalah properti pribadi mereka.

Walau niatnya baik seperti contohnya memeluk kawan yang sedang sedih atau membantu memasangkan tali sepatu, anak pun perlu diajarkan untuk menghargai temannya yang menolak perlakuan tersebut.

Ujarkan, “Nak, temanmu tidak ingin dipeluk. Kalau dia bilang ‘tidak’, maka sebaiknya jangan, ya. Kita hargai dia.”

Persetujuan (consent) ada yang bersifat verbal maupun nonverbal. Selain mengajarkan anak untuk mendengar dan menerima penolakan, ajarkan mereka untuk mengenali tanda-tanda penolakan lainnya.

Misalnya, ketika sang anak mengambil makanan dari teman tanpa izin kemudian temannya tersebut terlihat berubah ekspresi, maka perlihatkanlah hal tersebut pada sang anak.

“Nak, tuh lihat, kamu enggak izin lho sebelum minta punya A. A kayaknya enggak senang, deh. Kamu pasti enggak suka kalau makananmu tiba-tiba diambil juga, ya kan?”

Perlu dicatat bahwa ketika menegur anak, usahakan hanya anak yang mendengar hal tersebut. Bawa anak ke tempat yang lebih privat agar ia tidak merasa terpojokkan; atau jika terpaksa menyampaikannya di lokasi itu, maka berusahalah untuk menyampaikan dengan suara sekecil mungkin.

Untuk menutupnya, ajak sang anak meminta maaf pada temannya dan ingatkan agar tidak melakukan hal yang sama di kemudian hari.

Baca Juga: Hindari 5 Kesalahan Mendidik Anak yang Mungkin Tanpa Sadar Sering Dilakukan!

‘Sentuhan’ yang diperbolehkan

Mengajarkan anak untuk menolak disentuh tanpa persetujuan, sebaiknya dilakukan secara mendetail. Jangan sampai ia menjadi selalu berburuk sangka kepada orang lain.

Selain menggunakan tutur yang baik, orang tua perlu mengenalkan pengecualian-pengecualian agar anak dapat membedakan antara sentuhan yang dilandasi oleh tujuan baik, juga sebaliknya.

“Ibu bedakin kamu supaya enggak gatal, ya,”

“Boleh Ayah gendong, supaya kelihatan pemandangannya?”

“Nanti kamu akan dicek sama Bu Dokter. Mungkin beliau akan minta tolong buka baju kamu sedikit biar didengar detak jantungnya, ditengok perutnya, mata, telinga juga, ya... Itu enggak apa-apa, selama Ibu temenin,”

Utarakan dengan jelas mengapa anak perlu disentuh serta alasan baik di baliknya.

Mengenalkan konsep consent pada anak bukanlah perkara mudah. Memulainya sedini mungkin dapat membantu anak agar lebih peka dan terbiasa di kemudian hari.

Baca Juga: 15 Kata Motivasi untuk Pasangan Suami Istri yang Menantikan Anak

Selain mengajarkan melalui tutur dan cara dalam bertindak, dongeng nyatanya bisa menjadi media alternatif lain bagi orang tua untuk memberikan pemahaman mengenai consent kepada anak.

Sura dan Baya, tokoh dalam legenda asal usul nama Kota Surabaya yang bersengketa karena melanggar kesepakatan akan wilayah-wilayah pribadi mereka, dapat menjadi sumber pembelajaran yang menarik.

Dengarkan Dongeng Asal Usul Kota Surabaya hanya di siniar (podcast) Dongeng Pilihan Orangtua di Spotify, dengan mengklik ikon di bawah!

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm