3 Contoh Khutbah Jumat Tentang Siapa Diri Kita, Punya Makna Baik untuk Refleksi Diri

6 Desember 2022 15:15 WIB
Ilustrasi khutbah jumat tentang siapa diri kita
Ilustrasi khutbah jumat tentang siapa diri kita ( unsplash.com)

Sonora.ID - Khutbah Jumat merupakan salah satu bagian wajib dari Shalat Jumat yang harus didengarkan oleh para umat Muslim laki-laki.

Pada momen ini, Imam dapat menyampaikan beberapa ceramah singkat untuk disampaikan kepada para jamaah dengan berbagai topik, seperti tentang siapa diri kita.

Khutbah dengan topik tersebut dapat membantu para jamaah untuk melakukan refleksi diri dengan makna yang didapatkan dari perkataan sang imam.

Melansir dari berbagai sumber, berikut ini adalah 3 contoh khutbah Jumat tentang siapa diri kita yang punya makna baik untuk refleksi diri berdasarkan beberapa sumber:

1. Contoh I

Baca Juga: 4 Teks Khutbah Jumat yang Membuat Jamaahnya Menangis, Penuh Makna untuk Muhasabah Diri

"اِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه لا نبي بعده. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيّدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ"

Maasyiral muslimin jama’ah  Jumat rahimakumullah,

Melalui khutbah ini mari kita meningkatkan komitmen kita, kesungguhan kita dalam melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah. Kita perbaiki, kita sempurnakan seluruh amal ibadah yang kita lakukan secara terus menerus. 

Kita lakukan segala hal yang perintahkan oleh Allah baik kalwajibat, maupun perintah yang almandubat hal yang diharuskan maupun hal yang dianjurkan, kita tinggalkan segala hal yang dilarang baik almuharromat maupun almakhruhat, hal-hal yang memang kita harus jauhi kita tinggalkan maupun hal-hal yang dimakhruhkan yang sebaiknya kita tinggalkan. 

Kesadaran ini sangat penting sekali untuk kita terus bangun, terus pupuk dalam perjalanan hidup kita ini agar supaya kita tidak betul-betul bisa mengakhiri kehidupan di dunia ini, ketika kita harus kembali kepada Allah dalam keadaan yang khusnul khatimah.

Maasyiral muslimin rahimakumullah Allah subhanahu wata’ala,

menciptakan manusia ini sesungguhnya ada dua tugas dan fungsi yang ini tidak bisa dipisahkan. Yang pertama posisi manusia ini sebagai abdullah. Abdullah ini hamba Allah. 

Karena hamba maka tentu kita harus punya inqiyatul khudu’ ada kepatuhan, ada ketundukan yang penuh terhadap Allah yang menciptakan kita dan seluruh alam semesta ini. 

Manusia ini bukan hamba yang lain, hamba Allah, abdullah. Bukan Abdul Mal, bukan hartanya, bukan hamba harta. Bukan hamba kekuasaan, bukan hamba kedudukan, bukan hamba politik, bukan hamba ilmu, bukan hamba apa saja selain Allah.

Kita ini abdullah , jangan keluar dari fungsi kita itu. Lalu kemudian, kita mempunyai posisi, kita mempunyai kedudukan, mempunyai jabatan, atau mempunyai apapun. Dalam kehidupan ini semua dalam rangka untuk mewujudkan apa yang menjadi tugas dan fungsi kita sebagai abdullah itu.

Yang kedua, manusia sebagai khalifatullah fil-ardh. Sebagai khalifahnya Allah, sebagai mandataris. 

Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Baqarah Ayat 30:

 "وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةًۗ"

Artinya: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (QS. Al Baqarah Ayat 30).

Ada mandat, ada kekuasaan, ada otoritas yang diberikan oleh Allah kepada kita. Otoritas itu dibatasi oleh akal kita, akal pikiran kita. Otoritas itu ditentukan hukum-hukum syariat yang diturunkan oleh Allah dalam bentuk Al Quran maupun Hadits yang lalu dijabarkan oleh para ulama dalam berbagai macam ijtihad mewujudkan ijma’, qiyas, dan sebagainya.

Ada pedoman untuk menjalankan kita didalam melaksanakan otoritas dan mandat itu. Kita ini mandatarisnya Allah, khalifatullah fil-ardhi. Maka karena mandataris ada pertanggung jawaban, ada mas’uliyyah. Setiap mandat yang diberikan, setiap kekuasaan yang diberikan itu berkonsekuensi akan adanya mas’uliyyah, ada pertanggung jawaban. Ukuran dari pertanggung jawaban itu jelas. Ukuran agama yang sesuai apa yang digariskan baik didalam Al Quran, Hadits, dan seluruh penjabaran para ulama itu. Kitapun diberi akal.

Andaikata didalam Al Quran belum ada detail, belum ada penjabaran secara terperinci. Maka akal pikiran kita diberikan kewenangan untuk memberikan atas sebuah masalah atau kasus yang harus kita fahami. Karena akal manusia yang salim, yang hati yang benar itu pasti dia akan melakukan pilihan dan pikiran yang baik didalam melakukan sebuah tindakan atau mengambil keputusan.

Oleh karena itulah, harus setiap bentuk mandat yang diberikan kepada kita harus disertai dengan kemampuan yang baik, kemampuan yang cukup hingga mandat dan kekuasaan itu bisa digunakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu perlu ilmu, perlu latihan, perlu kebiasaan, perlu terus kita mengasah kemampuan, ketika pada akhirnya nanti kita diberikan kekuasaan dalam kehidupan bermasyarakat. Kekuasaan yang diberikan itu mampu kita berikan untuk menjadi sesuatu yang terbaik dalam hidup ini. Setiap orang punya itu, setiap orang itu punya otoritas itu dalam skala yang kecil maupun yang besar.

Ketika seseorang masuk kedalam dunia rumah tangga, dirumah tangga itu ada kekuasaan yang melekat dengan aqdun-nikah itu otomatis ada kekuasaan yang berupa kewajiban yang berupa kewajiban dan haq yang melekat didalam hubungan perkawinan. Ketika muncul seorang anak, lahir seorang anak dari hubungan perkawinan itu, maka lahirnya anak akan menimbulkan sebuah mandatais baru, ada mandat baru, sebagai seorang ayah, sebagai seorang ibu. Ketika kita harus dipasrahi masyarakat dalam lingkup lingkungan kehidupan masyarakat, maka apapun lingkup kekuasaan itu disana punya sekuensi yang berupa otoritas dan kekuasan yang harus kita gunakan.

Di situlah seluruhnya membutuhkan ilmu itu. Wa-ulul ilmi qoiman bil-qisthi, Allah menandaskan orang yang bisa mengambil keputusan yang adil itu orang yang berilmu. Adil itu ukurannya proposional, kemampuan untuk mengambil keputusan dengan sangat bijaksana. Bukan lalu keputusan yang tidak mengakitkan orang, keputusan itu pasti ada risiko menyakiti orang. Tetapi itu sepanjang itu dilakukan dengan prinsip-prinsip kebijakan dan keadailan, maka tentu itu keputusan yang sudah benar dan tidak mempunyai cacat di dalam pandangan agama.

Oleh karena itulah kita berharap danterus berdoa kepada Allah Subhnahu wata’ala diberikan ma’unah dan taufiqnya untuk terus bisa menyempurnakan diri dalam ibadah maupun dalam memahami, mempelajari pesantren ini. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

وَالۡعَصۡرِ اِنَّ الۡاِنۡسَانَ لَفِىۡ خُسۡرٍۙ ِالَّا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوۡا بِالۡحَقِّ ۙ وَتَوَاصَوۡا بِالصَّبۡر بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ, وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

2. Contoh II

"اَلْحَمْدُ ِللهِ الًّذِى خَلَقَ الْاِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيْمِ وَالّذِيْ هَدَانَا لِطَرِيْقِهِ الْقَوِيْمِ وَفَقَّهَنَا فِي دِيْنِهِ الْمُسْتَقِيْمِ. أَشْهَدُ أَنْ لآاِلهَ إِلّاَ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُوْصِلُنَا إِلَى جَنَّاتِ النَّعِيْمِ وَتَكُوْنُ سَبَبًا لِلنَّظَرِ لِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ. وأَشْهَدُ أَنْ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِىُ الرَّؤُفُ الرَّحِيْمُ صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أُوْلِى الْفَضْلِ الْجَسِيْمِ  أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ"

Ma’asyiral Muslimin rakhimakumullah,

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk terbaik. Ia diciptakan dengan bentuk fisik yang indah, juga diberi perangkat lunak yang sempurna, seperti akal pikiran, rasa, dan karsa (kehendak). Manusia berbeda dari makhluk Allah lainnya. Malaikat diciptakan hanya memiliki akal tanpa diberi syahwat dan nafsu. Hewan dibekali syahwat sehingga hidupnya hanya mengikuti keinginan kebutuhan badannya; makan, minum, berhubungan badan dan segala keinginan yang bersifat jasmaniah. Sementara setan diciptakan hanya dengan bekal nafsu sehingga sepanjang hidupnya selalu ingkar akan nikmat Allah. 

Manusia, sebagaimana disebutkan dalam surat At-Tiin ayat 4 diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya:  

"لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍ"

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Manusia diciptakan dengan segala sesuatu yang dikaruniakan kepada malaikat, hewan dan setan, yakni berupa akal pikiran, syahwat, dan hawa nafsu. Oleh karena itu, kehidupan umat manusia lebih dinamis, karena manusia berjuang dalam tarikan antara ketiganya. Manusia bisa menjadi seperti malaikat hanya tunduk patuh pada Allah, bisa seperti hewan hanya mementingkan keinginan jasmaninya, ataupun bisa seperti setan hanya mengumbar hawa nafsunya.

Sebagai makhluk ciptaan dalam bentuk terbaik, manusia dikaruniai empat hal sebagai permata dirinya. Empat permata ini disebutkan Rasulullah dalam hadistnya, sebagaimana dikutip oleh Ihya’ Ulumiddin.

Sebagai makhluk ciptaan dalam bentuk terbaik, manusia dikaruniai empat hal sebagai permata dirinya. Empat permata ini disebutkan Rasulullah dalam hadistnya, sebagaimana dikutip oleh Ihya’ Ulumiddin.

"قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَرْبَعَةُ جَوَهِرَ فِيْ جِسْمِ بَنِيْ اَدَمَ يُزَلُهَا اَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ اَمَّا الْجَوَاهِرُ فَالْعَقْلُ وَالدِّيْنُ وَالْحَيَاءُ وَالْعَمَلُ الْصَّالِحُ"

Rasulullah SAW bersabda, “Ada empat permata dalam tubuh manusia yang dapat hilang karena empat hal. Empat permata tersebut adalah akal, agama, sifat malu, dan amal salih”.

Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,

Permata kedua yang dikaruniakan Allah kepada manusia adalah agama. Agama adalah aturan atau norma yang mengarahkan akal manusia untuk menerima hal-hal yang baik, layak dan pantas. Agama menjadi pedoman bagaimana manusia menjalani kehidupannya; bagaimana mengendalikan syahwat dan nafsu. Akal sehat akan mengarahkan kita dapat menerima agama yang hanif (lurus), yang mampu memberikan ketenangan lahir batin dan dapat melahirkan sifat pengedali (malu), serta membuahkan amal salih.

Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun setan. Oleh karena itu, Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan pada hewan.

Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun setan. Oleh karena itu, Ibnu Hajar al-Asqalani membagi malu menjadi dua, yakni haya’un nafsiyun dan haya’un imaniyun. Haya’un nafsiyun adalah rasa malu yang diberikan Allah pada setiap manusia, seperti rasa malu memperlihatkan auratnya dan sejenisnya. Sifat ini tidak diberikan pada hewan.

Sementara haya’un imaniyun adalah 

"أَنْ يَمْنَعَ المُؤْمِنُ مِنْ فِعْلِ الْمَعَاصِي خَوْفًا مِنَ اللهِ"

“Ketika seorang mukmin mampu mencegah dirinya untuk berbuat maksiat karena takut kepada Allah subhanahu wata'ala.”

Sifat ini hanya diberikan pada orang mukmin yang mampu menggunakan akalnya untuk memahami perintah dan larangan Allah. Karena itu, wajar jika Rasulullah pernah memberikan nasihat kepada sahabatnya dengan mengatakan: 

"اَلْحَيَاءُ مِنَ الْاِيْمَانِ"

“Malu itu sebagian dari iman.” Malu untuk berbuat maksiat, malu meninggalkan perintah agama, malu tidak berbuat baik dan lain sebagainya.

Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,

Permata yang terakhir yang dimiliki manusia adalah amal shalih, yakni perbuatan yang patut dan baik menurut kaidah agama. Amal shalih adalah buah dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama, serta kemampuan kita mengendalikan sikap dalam kehidupan. Banyak orang mampu memahami agama atau mengerti ilmu agama, tetapi tidak mampu mengendalikan syahwat dan nafsunya, sehingga ia tidak memiliki rasa malu, maka ia hanya bisa melakukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kebutuhannya yang kadang merugikan orang lain. Contoh sederhana yang dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang pandai agama tetapi tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan mengamalkan ilmu agama, namun hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya atau kelempoknya. Maka akibat yang timbul dari itu bukan amal shalih tetapi justru maksiat. 

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Rasulullah dalam dalam hadits di atas juga mengingatkan pada kita akan bahaya yang mengancam empat permata manusia tersebut. Rasul mengatakan:

"فَالْغَضَبُ يُزِيْلُ الْعَقْلَ وَالْحَسَدُ يُزِيْلُ الدِّيْنَ وَالطَّمَعُ يُزِيْلُ الْحَيَاءَ وَالْغِيْبَةُ يُزِيْلُ الْعَمَلَ الصَّالِحَ"

“Ghadlah (marah-marah) dapat menghilangkan akal, iri dan dengki (hasud) dapat menghilangkan agama, serakah (thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) dapat menghilangkan amal shalih."

Maasyiral Muslimin rakhimakumullah,

Semoga kita dapat mengoptimalkan permata yang ada dalam hidup kita untuk menjadi insan pilihan dan masuk dalam kategori muttaqin (orang yang memiliki ketakwaan). 

"باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْ"

Baca Juga: Contoh Ceramah Singkat Tentang Sholat yang Menggetarkan Sanubari

3. Contoh III

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ،وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ،وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ،وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَريكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُوهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قديرٌ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، صَلَوَاتُ رَبِّ وَسَلاَمُهُ وَبَرَكَاتُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَامَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ وَزُمْرَةَ الْمُؤْمِنِيْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَي اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ﴿آل عمران : ۱۰۲

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Surga Untuk Siapa?

Wahai manusia-manusia yang beriman, wasiat takwa sudah sering kita dengar pada setiap Jum’at. Kita terus menerus diperintahkan untuuk bertakwa. Karena surga itu;

"أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ"

“Dipersiapkan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 133)

Yang tidak bertakwa, jangan menghayal engkau bisa masuk surga. Takwa bukan hanya ucapan di lisan maupun status yang dibuat oleh manusia. Tapi asalnya takwa itu dari hati. Berpancar dari qalbu kemudian diamalkan oleh raga kita, seperti mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melupakan-Nya, bersyukur kepada-Nya dan tidak kufur kepada-Nya, serta taat kepada-Nya.

Kita patuh terhadap aturan perusahaan, patuh dengan ketentuan yang dibuat oleh manusia. Tapi Rabbul ‘Alamin yang memberikan raga berikut panca indera ini kepada kita, terkadang kita meremehkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

"وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ"

“dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran[3]: 102)

Mengenal Diri Sendiri

Hadirin rahimakumullah,

Kita perlu mengenal diri kita, “Siapa aku ini?”. Banyak manusia tersesat dalam kehidupan ini karena dia tidak mengenal dirinya sendiri. Kita memiliki sifat-sifat yang buruk, yang sudah Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan kepada kita.

Kalau kita tidak pandai-pandai memperbaiki diri, maka kebinasaanlah yang menanti kita. Rumah yang kita bangun, akan kita tinggalkan. Perusahaan yang kita dirikan juga akan kita tinggalkan.Istri, anak, keluarga, sahabat, dan semuanya akan kita tinggalkan. Kita akan sendirian tanpa membawa apa-apa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

"يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ"

“(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna,” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 88)

Akan datang suatu hari yang di sana tidak bermanfaat harta, kekayaan, pekerjaan, kekuasaan, dan jabatan. Anak-anak kita pun tidak bisa membantu kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

"إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ"

“kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (selamat),” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 89)

Kenalkan Dirimu kepada Allah

Ahibbati Fillah,

Kalau pandemi ini berakhir, bukan berarti tidak akan datang pandemi yang lainnya. Kita sudah hidup lama di muka bumi ini. Kita mengetahui ada malam dan siang, serta tangis dan tawa. Maka jangan lupa kepada Allah ‘Azza wa Jalla ketika engkau dalam kondisi yang menyenangkan. Nabi ‘Alaihishshalatu wa Sallam bersabda:

ﺗَﻌَﺮَّﻑْ ﺇﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻓِﻲ ﺍﻟﺮَّﺧَﺎﺀِ ﻳَﻌْﺮِﻓُﻚ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸِّﺪَّﺓِ

“Kenalilah (ingatlah) Allah di waktu senang  pasti Allah akan mengenalimu di waktu sempit.” (HR. Tirmidzi)

Kenalkan dirimu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala engkau berada dalam kelapangan rezeki dan kenikmatan. Teruslah berdzikir kepada-Nya, terus meminta kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Jangan hanya berdoa ketika susah atau terkena bencana. Ketika sakit, dia tidak berhenti mengatakan, Ya Allah, Ya Allah.” Tapi ketika sehat, lisannya tidak lagi berdzikir.

Kenalkan dirimu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala  ketika engkau sedang dalam kondisi lapang. Kita mulai akan keluar dari covid, maka mulailah  kenalkan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan mengingat kita.

Itulah ulasan lengkap tentang 3 contoh khutbah tentang siapa diri kita yang dapat disampaikan saat Shalat Jumat yang punya makna baik untuk refleksi diri.

Baca berita update lainnya dari Sonora.ID di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm