Sonora.ID - Melansir dari laman KBBI V, cerpen atau cerita pendek diartikan sebagai sebuah kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang mampu memberikan kesan tunggal yang dominan serta memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Sementara itu mengutip dari buku berjudul Cerita Pendek dan Cerita Fantasi: Untuk Guru dan Siswa, cerpen merupakan cerita yang diangkat dari suatu peristiwa atau pengalaman seseorang yang paling berkesan dan paling menarik untuk diceritakan kepasa orang lain dengan tujuan memberi edukasi moral, religi, ataupun hiburan.
Cerpen ini pun memiliki struktur di antaranya sebagai berikut.
Untuk memperjelas pemahaman mengenai struktur cerpen ini berikut beberapa contoh cerpen tentang sekolah.
Baca Juga: 8 Contoh Cerpen Persahabatan, Singkat tapi Penuh Makna
Hadiah dari Ayah
Ketika sudah memasuki Sekolah Dasar (SD), ayah selalu berjanji kalau aku mendapatkan rangking 10 besar akan diberikan hadiah. Namun, saat pertama kali aku kelas 1 SD tak pernah mendapatkan rangking 10 besar, sehingga aku gagal mendapatkan hadiah. Melihat keadaanku yang murung, ayah memberikanku sebuah motivasi untuk tidak menyerah dan selalu belajar agar bisa mencapai rangking 10 besar dan hanya berada di 15 besar saja.
Masuk tahun ajaran baru dan aku naik ke kelas 2 SD, di kelas ini, aku selalu ingat dengan motivasi ayah agar rajin belajar. Kemudian aku terus belajar agar bisa masuk ke 10 besar, tetapi ketika belajar aku selalu merasa lelah karena sudah belajar di sekolah dan belajar lagi di rumah. Bahkan, aku seperti merasa sia-sia ketika sudah belajar dengan sungguh-sungguh karena tetap belum bisa masuk ke 10 besar.
Tak pernah berhenti, ayah selalu berusaha mengingatkanku untuk terus semangat dan tidak pernah menyerah.
Ayah berkata, “coba kamu lihat waktu kelas satu kamu sudah berhasil mencapai 15 besar, kini di kelas 2 SD, kamu sudah naik ke peringkat 12 besar itu tandanya usaha kamu tidak sia-sia.”
Aku yang mendengarkan perkataan ayah menjadi lebih semangat untuk melakukan belajar kembali di rumah.
Ketika semester pertama di kelas 3 SD, aku sangat senang karena berhasil masuk ke 9 besar. Ayah mendengar kabar itu sangat senang dan tak lupa dengan janjinya ketika pertama kali aku masuk SD.
“Anak ayah memang hebat, kamu mau hadiah apa karena sudah berhasil masuk ke 9 besar?”
“Aku ingin hadiah mainan robot-robotan yang kemarin kita lihat di mall.”
“Berarti hari minggu besok, kita pergi ke mall untuk beli robot-robotan.”
Setelah mendapatkan hadiah, akhirnya aku mengerti bahwa berjuang dengan sungguh-sungguh pasti akan ada hasilnya.
Teman yang Baik
Rina dan Dini dikenal sebagai sahabat baik yang populer di sekolah. Meskipun berbeda kelas, tapi mereka selalu menghabiskan waktu istirahat bersama. Tidak ada yang meragukan eratnya persahabatan di antara mereka.
Meski berbeda karakter, tetap tidak menghalangi kedekatan mereka. Rina merupakan seorang siswi pendiam yang tidak akan populer jika tidak bersama Dini. Sedangkan Dini cenderung seperti seorang pembual yang hobi memamerkan barang-barang milik Rina.
Suatu hari pada sebuah acara pengundian hadiah, Rina terpilih menjadi salah satu pemenang. Ia datang bersama Dini. Di sana para pemenang diperbolehkan untuk memilih sendiri hadiah berupa voucher belanja dengan berbagai nominal.
Dari lima pemenang terpilih, Rina mendapat giliran keempat untuk mengambil hadiah. Rina melihat pemenang yang akan mengambil hadiah setelahnya, yaitu seorang ibu berpakaian lusuh dengan keempat anaknya yang masih kecil. Ia kemudian melihat voucher yang tersisa.
Melihat nominal pada voucher yang tinggal dua pilihan, ia memilih voucher belanja dengan nominal paling rendah kemudian berbalik dan tersenyum pada ibu dan empat anaknya. Hal ini membuat Dini terkejut dan menganggapnya bodoh.
Dini kemudian mencoba menguji Rina dengan uang yang ia bawa. Ia meminta Rina untuk mengambil salah satu uang yang ia sodorkan. Sedikit bingung, Rina mengambil uang dengan nominal paling rendah.
Keesokan harinya Dini bercerita kepada teman-temannya tentang kebodohan Rina. Untuk membuktikannya, Dini memanggil Rina ke hadapan teman-teman kelasnya.
“Hai, Rin, aku ada uang nganggur nih. Kamu pilih yang mana? Aku kasih buat kamu.” Dini menyodorkan uang sejumlah Rp10.000 dan Rp20.000 kepada Rina.
Rina pun mengambil Rp10.000 dari Dini. Dini dan teman-temannya tertawa dan mengatakan bahwa Rina bodoh. Peristiwa ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Beberapa teman Dini juga ikut-ikutan melakukan hal itu.
Rina tetap diam dipermalukan seperti itu. Dan setiap kali dipaksa untuk memilih, ia selalu bersikap tenang dan memilih uang dengan nominal yang paling rendah. Ia juga ikut tertawa ketika orang-orang menertawakannya.
Hingga suatu hari ketika Dini memamerkan kebodohan Rina pada salah seorang kakak kelas terpopuler bernama Rifki dihadapan teman-teman kelasnya. Dini kembali menyodorkan uang, kali ini bernominal Rp50.000 dan Rp100.000, kepada Rina dan memintanya memilih.
Lagi-lagi Rina memilih uang dengan nominal terendah. Semua orang tertawa, menertawakan Rina yang hanya tertunduk, kecuali Rifki. Ia tertegun mengamati siapa sebenarnya yang sedang membodohi siapa.
“Lihat, Kak. Teman baikku yang satu ini unik kan?” kata Dini kembali mulai mempermalukan Rina.
“Ya, dia memang unik dan cerdas. Jika saja ia memilih uang dengan nominal tertinggi dari awal, maka kalian tidak akan mau bermain dengannya bukan? Cobalah kalian hitung berapa ratus ribu yang sudah kalian keluarkan cuma-cuma,” kata Rifki.
Dia pintar, memilih bersabar untuk mengambil keuntungan lebih. Jadi, sebenarnya siapa yang sedang membodohi siapa?” lanjut Rifki tertawa.
Semua orang terdiam mendengar penjelasan dari Kak Rifki. Seketika mereka merasa telah melakukan hal bodoh yang sia-sia. Sedangkan Rina tersenyum memandang Kak Rifki yang berbalik menertawakan Dini dan teman-temannya.
Pada akhirnya, bagi Rina teman yang baik itu selalu ada memberikan tambahan penghasilan tak terduga meski harus dibayar dengan kesabarannya. Tapi tidak apa-apa, setiap perbuatan pasti ada bayarannya dan perbuatan Dini dibayar dengan uang serta rasa malu.
Mimpi Sang Dara
Menjelang pagi ketika seorang gadis yang biasa disapa dengan sebutan Dara mulai memasak akr guna membuat segelas teh panas. Dara merupakan seorang gadis yang hidup dengan sejuta mimpi di dalam sebuah rumah berdinding tinggi.
Dara adalah gadis yang tumbuh di dalam keluarga berkecukupan, bahkan bisa dikatakan sangat kaya. Akan tetapi sayangnya Dara tidak bisa menopang tubuhnya sendiri sehingga perlu menggunakan bantuan kursi roda. Karena hal itu Dara merasa diacuhkan bahkan ketika berada di istana mewah tersebut.
Kedua orang tua Dara selalu mengacuhkannya sebab merasa tidak ada yang bisa diharapkan dari gadis dengan kursi roda tersebut. Sementara itu, kakaknya mungkin saja malu mempunyai adik dengan kondisi seperti Dara.
Setiap hari Dara hanya menghabiskan waktunya di dalam kamar dan sesekali mengarahkan kursi rodanya menuju arah taman. Gadis yang berusia 17 tahun tersebut sangat senang untuk menggambar di taman untuk menghilangkan pikiran buruknya yang menyesali keadaannya.
Suatu pagi Dara jatuh dari kursi rodanya, akan tetapi tak ada seorangpun di dalam rumah tersebut mendekat untuk menolongnya. Rasa kecewanya terhadap hal tersebut membuat Dara memiliki kekuatan untuk menggerakan kursi rodanya ke arah taman kompleks, berniat menenangkan diri.
Ketika sedang terisak di taman, tiba-tiba Dara dihampiri oleh seorang gadis seusianya dengan kondisi yang sama. Gadis tersebut mengulurkan tangan untuk Dara dan mulai menyebutkan namanya. Gadis itu bernama Hana. mereka berdua mudah sekali akrab, mungkin karena keduanya saling mengerti kondisi masing-masing.
Tiba-tiba Hana Berkata, “ Dara, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang terlahir sia-sia. Mungkin kita tidak bisa berdiri tegak layaknya manusia lain. Tapi, kita masih punya hak untuk merasakan bahagia. Cobalah untuk menerima dirimu sendiri, Dara.” lalu, akhirnya gadis itu berpamitan pada Dara.
Semenjak pertemuannya di taman dengan Hana, Dara mulai merenungi kata-kata yang diucapkan oleh gadis tersebut. Dara berpikir bagaimana ia bisa seutuhnya menerima dirinya ketika orang di dekatnya tidak mendukungnya sama sekali.
Dara mencoba mencerna perkataan dari Hana secara perlahan, meskipun seringkali ia menangis ketika teringat kenyataan bahwa ia hanyalah seorang gadis yang diacuhkan. Hal yang dipikirkan oleh Dara adalah bagaimana ia bisa mewujudkan mimpinya dengan kondisi tersebut.
Mimpi Dara adalah menjadi seorang pelukis yang karyanya bisa dipajang di dalam pameran besar. Hal yang dilakukan Dara untuk memulainya adalah rajin membuat lukisan. Kesibukan tersebut juga dilakukan Dara untuk tidak memikirkan mengenai dirinya yang selalu diacuhkan dan mulai memahami perkataan Hana.
Perlahan mimpi sang Dara mulai terwujud saat diam-diam ia sering memposting lukisannya melalui media sosial. Hingga suatu hari ada seseorang datang ke rumah Dara untuk menemui gadis itu guna mengajaknya untuk bergabung di dalam sebuah pameran lukisan.
Kedua orang tua Dara terperangah mendengar ucapan pria tersebut, sebab tidak menyangka bahwa Dara si gadis kursi roda bisa menghasilkan karya lukisan yang indah. Dara hanya tersenyum melihat respon kedua orang tuanya dan memilih menerima tawaran pameran tersebut.
Berbagai lukisan indah dipajang dalam pameran yang diberi tema Mimpi Sang Dara. Orang tua Dara menghadiri pameran tersebut dan merasa terharu atas pencapaian putri yang selama ini diacuhkannya. Sementara Dara merasa lega bisa menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkan apa yang dimiliki.
Baca Juga: 6 Contoh Cerpen Pendidikan, Berisi Motivasi dan Pesan Moral Baik
Beasiswa ke Turki
Ragil merupakan siswa teladan yang sudah memasuki tahap semester akhir sekolah SMA, yang tandanya dia akan mulai menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sedangkan Nada ialah sahabatnya yang kini selalu menemani Ragil saat belajar dan mereka belajar di perpustakaan, bukan untuk belajar bersama, tapi dia lebih memilih untuk bercengkrama dengan ibu perpus. Ujian Nasional pun yang sudah berakhir. Ragil, Nada dan juga beberapa kawannya berjalan melewati lorong sekolah untuk menuju kelasnya.
Setelah tiba di kelas, maka anak-anak kelas XII IPA sudah lebih dahulu berada di bangku masing-masing, menunggu wali kelasnya untuk membagikan amplop dengan berisi surat kelulusan. Ragil dan Nada yang saling berpelukan dibangku untuk mereka, saling mendoakan. Namun Ragil kini mendapatkan dua amplop dengan secara bersamaan. Setelah seluruh siswa memperoleh amplopnya masing-masing, dengan secara bersamaan siswa XII IPA membuka amplop yang tersebut.
Kegugupan, ketegangan dan juga kekhawatiran saat itu telah pecah. Seluruh siswa lulus, wali kelas pun kini ikut bahagia dengan kelulusan seluruh siswa. “Alhamdulillah.., aku lulus” ucap Ragil pada saat membuka amplop yang pertama. “Iya aku juga telah lulus, Gil…” sahut Nada. Dengan wajah yang penasaran Ragil membuka kembali amplop yang kedua tersebut. Dengan tangan yang sangat gemetar dia membaca isi amplop yang di dapat tersebut. Ternyata isinya merupakan surat diterimanya dia sebagai penerima beasiswa kuliah yang ada di Turki.
Nada yang tadinya itu hanya asik dengan bahagianya sendiri, turut ikut bahagia setelah mengetahui bahwa sahabatnya telah memperoleh beasiswa kuliah ke Turki. Nada yang mengetahui kalau sahabatnya ini merupakan orang yang sangat giat belajar. Setiap kali jam istirahat yang pertama berbunyi, dia memilih untuk ke dalam perpustakaan daripada untuk ke kantin. Menurutnya ke kantin dengan jam istirahat kedua pun bisa. Jadi yang dia lebih memilih untuk memanfaatkan waktunya untuk mulai belajar di perpustakaan. Ternyata benar, tidak ada untuk usaha yang sia-sia di bumi ini, semuanya sudah ada hasilnya, besar atau kecil.
Filosofi Cuci Piring
Semenjak sekolah dirumahkan, aku terpaksa harus belajar di rumah. Semua gara-gara corona hingga akhirnya aku sering berdampingan dengan piring-piring kotor baik pada pagi maupun sore hari. Aku tidak mengeluh. Aku berupaya untuk tidak menggerutu. Membantu Ibu cuci piring adalah jalan ninjaku untuk menggapai keberkahan. Sungguh! Aku bahagia saat melihat Ibuku tersenyum seraya berkata kepadaku, “Bagus, Nak. Terima kasih, ya!”
Pada hari Selasa lalu, Ibuku sempat mengajarkan ilmu tentang kehidupan. Beliau berkata kepadaku, “Dek, tahukah kamu bagaimana filosofi cuci piring?” Terang saja aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah mencuci yang kotor, lalu mengeringkan piring-piring yang basah. Ibuku pun berkata bahwa noda dalam piring itu laksana keadaan hati kita. Mengapa piring perlu cepat-cepat dicuci setelah makan, gunanya tiada lain adalah agar piring tersebut mudah dicuci. Mengapa piring harus dicuci menggunakan sabun? Gunanya tiada lain ialah agar piring tersebut tidak berbau amis dan bersih seutuhnya.
Ternyata hati kita juga demikian. Hati ini tidak boleh dibiarkan kotor terlalu lama. Hati kita harus dicuci dengan zikir, dengan doa, serta dengan rela memaafkan. Hati yang pendendam ibarat kotoran piring yang sudah kering. Butuh berkali-kali bilasan dan gosokan untuk membersihkannnya. Sungguh pelajaran berharga bagiku saat di rumah. Bahkan kegiatan sederhana seperti cuci piring pun mengandung banyak pelajaran tentang kehidupan.
Mencontek
Waktu itu, saat aku masih duduk di bangku SMP, aku mengerti tentang apa itu kejujuran. Pilihan untuk berbohong dan jujur, hal itu yang aku hadapi saat aku menghadapi ujian sekolah. Saat ujian, teman sekelasku banyak yang mencontek dengan berbagai cara. Ada yang membawa catatan kecil hingga menyembunyikan buku di bawah meja.
“Zi, lo mau nyontek ga? Gue bawa contekan nih” bisik Fadlan di sebelahku saat ujian berlangsung. “Wih! Boleh juga” ucapku dengan mengambil kertas kecil darinya. Pada saat itu, aku masih belum percaya buah dari sebuah kejujuran. Aku akan mencontek jika menghadapi ujian matematika, fisika hingga kimia, karena aku kurang begitu suka dengan angka. Hingga akhirnya pengumuman kenaikan kelas pun tiba, aku dan teman-temanku begitu tegang saat menunggu nilai rapot yang akan diberikan.
Setelah ku terima raport dari wali kelas, lalu wali kelasku mengatakan bahwa aku naik kelas. Namun, saat aku membuka rapor itu aku melihat nilai pelajaran matematika, fisika serta kimia mendapat nilai yang kurang memuaskan bahkan kurang dari rata-rata. Saat itu ku merenung, bernostalgia di saat aku ujian dan mencontek di salah satu mata pelajaran tersebut, kemudian hasilnya mendapat nilai buruk.
Sedangkan mata pelajaran yang lain yang aku kerjakan dengan kemampuanku meraih hasil yang baik. Lalu hal tersebut aku terapkan untuk menghadapi ujian di kelas berikutnya. Ketika ujian nanti, diriku niatkan untuk berusaha jujur dalam mengerjakan soal yang diberikan, sesulit apapun. Kali ini materi yang telah aku pelajari dan yang diajarkan guruku di kelas semuanya keluar. Tanganku menuliskan jawaban di LJK dengan tenang tanpa suatu keraguan.
Hingga akhirnya pelaksanaan ujian pun selesai, kini hanya tinggal menunggu hasilnya. Hari pembagian rapot pun tiba. Aku kembali tegang dengan hasil yang akan aku dapat nanti. Kemudian ibu wali kelas membacakan satu per satu para siswa yang meraih peringkat lima besar paralel hingga tepat pembacaan siswa yang meraih peringkat pertama “Siswa yang meraih peringkat pertama adalah…” ucap ibu wali kelas, Semua siswa begitu tegang menunggu kelanjutan ucapan dari ibu wali kelas tersebut.
“Gozi Faziano” ucapnya sambil mengarahkan matanya padaku. Diiringi bahagia dan harus atas kerja kerasku belajar selama ini tidak sia-sia. Kemudian semua teman memberi selamat padaku, lalu ibu wali kelas mengatakan padaku bahwa peraih peringkat pertama akan mendapat beasiswa sekolah di SMA. Diriku begitu senang mendengarnya. Anggapanku tentang kejujuran itu memang benar “kalau jujur itu membawa bahagia walau awalnya itu sulit”.
Baca Juga: 9 Contoh Cerpen tentang Kehidupan, Memberi Motivasi dan Inspirasi
Ied Adha Bersama Teman-Teman
Beberapa hari ini, sekolah sedang ramai perbincangan hari raya kurban. Kata Ustazah, hari raya kurban adalah hari rayanya umat Islam. Hari raya kurban adalah hari raya pemotongan kambing. Aku senang saat hari raya kurban.
Ada banyak sekali kawan-kawan di sekolah. Karena saat hari raya kurban, banyak peristiwa di sekolah kami yang menyenangkan. Biasanya, ustadzah menceritakan hari raya kurban di masa lalu.
Aku dan teman-teman selalu senang mendengarkan beliau cerita. Kata Ustadzahku, dahulu Nabi Ibrahim As sudah tua usianya dan baru dikarunia anak. Namun, sayangnya begitu memiliki anak bernama Ismail, Allah datang lewat mimpi dan menyuruh Nabi Ibrahim menyembelihnya.
Karena Nabi Ibrahim sangat taat pada Allah SWT, akhirnya menceritakan mimpinya pada nabi Ismail. Ismail pun bersedia untuk disembelih. Namun, begitu pisau menyentuh leher Ismail langsung berubah menjadi kambing. Sejak saat itulah dirayakan hari raya kurban.
Ada hal lain yang membuatku senang ketika hari raya kurban. Salah satunya adalah membeli kambing. Di sekolah kami menabung setiap.hati dan uangnya dikumpulkan. Saat hari raya kurban, uangnya digunakan untuk membeli kambing.
Kami ramai-ramai ke peternakan untuk membeli kambing. Di peternakan ada banyak sekali macam kambing. Kambing-kambing makan rumput dan mempunyai kaki empat. Terkadang, kambing bersuara dan aku sangat senang mendengarnya.
Setelah membeli kambing, kami kembali ke sekolah. Kambing-kambing juga ikut ke sekolah dan keesokan harinya siap disembelih. Aku melihat kambing yang disembelih. Ada banyak darahnya dan bau.
Daging kambing dipisahkan dari kulitnya. Kemudian dibungkus dan dibagi-bagikan ke orang-orang. Aku dan teman-teman ikut membagikan daging kambing. Aku juga ketemu teman baru, namanya Naya. Naya sudah tidak memiliki Ayah dan Ibu.
Tapi, Naya sudah menjadi temanku. Sejak menerima daging dariku dan dibawanya pulang untuk dimasak bersama neneknya, Naya jadi berterima kasih. Sejak saat itu, Naya jadi selalu baik hati. Bahkan ia menolong saat terjatuh.
Nah! Kata Naya, dagingnya di sate. Naya senang sekali karena sudah lama tidak makan sate. Kalau aku dagingnya diolah jadi sup. Ibu suka sekali membuatkan aku sup. Saat hari raya idul kurban, Naya ikut ke rumahku dan makan sup bersama.
Bilang Dulu Sebelum Pinjam
Di suatu sekolah, ada anak bernama Arkhan. Arkhan adalah anak kelas TK besar dan sering membuat Bu guru marah. Karena sering membuat Bu guru marah, Arkhan sering dipanggil tetapi tidak dimarahi.
Arkhan sering meminta maaf atas kesalahannya. Dia juga sering membuat teman-teman menangis. Arkhan selalu begitu dan tidak pernah kapok. Beberapa barang juga diambil oleh Arkhan. Arkhan juga terkenal sering kabur-kaburan.
Pada suatu hari saat pulang sekolah, Arkhan belum dijemput oleh ibunya. Kalau belum dijemput, maka belum boleh pulang. Tetapi, Arkhan sering berlari dan bersembunyi. Arkhan menghindari Bu guru dan selalu berkeliling halaman sekolah yang luas.
Seperti biasanya, Bu guru mencari Arkhan ke setiap sudut ruangan. Namun, Arkhan tidak ditemukan. Biasanya Arkhan bermain di taman. Begitu Bu guru kesana, Arkhan tidak ada. Sudah beberapa tempat dikunjungi, tapi tetap tidak ada tanda-tanda keberadaan Arkhan.
Akhirnya, Bu guru pun kelelahan dan ia istirahat di aula. Suasana segar dari angin yang keluar di kipas membuat Bu Guru tidak menyadari kalau Arkhan ada di sana.
“Bu Guru!” Arkhan menghambur ke arah Bu guru dan memeluknya.
“Arkhan, kamu dari mana aja? Ibu nyariin kamu ternyata ada di sini?” Ucap Bu Guru.
“Iya Bu, soalnya aku masih nungguin jemputan Ibu.” jawab Arkhan.
“Iya, lain kali bilang dulu sama Bu guru, ya! Jadinya ibu nggak nyariin kamu.”
“Baik bu.” Jawa Arkhan.
Setelah itu, Arkhan dan Ibu guru pun ke ruang tunggu penjemputan dan Arkhan bermain beberapa puzzle. Arkhan sangat suka bermain puzzle terlebih puzzle panda milik Humaira, temannya yang dibawa akhir-akhir ini. Humaira juga belum pulang, masih menunggu jemputan.
“Mas Arkhan dijemput!”
Suara Bu guru menggelegar. Sontak dengan senang hati, Arkhan pun langsung menghambur ke arah ibunya, dan mereka pun pulang. Tinggal Humaira dan beberapa teman lainnya yang belum dijemput. Mereka masih bermain beberapa mainan.
Tak beberapa lama kemudian, terdengar suara Bu guru. “Mba Humaira Dijemput!”
Humaira yang terbiasa rapi pun membereskan mainannya. Namun, ada satu yang mengganjal. Humaira mulai mondar-mandir ke sana kemari, lalu tidak lama kemudian ia mewek. Tangisnya pun pecah, membuat heboh seisi ruangan.
“Panda Dede nggak ada….” Ucap Humaira sambil menangis.
“Panda yang mana?” tanya Bu guru. Tapi, Humaira semakin menangis dan semakin kencang tangisannya. Semakin membuat orang bingung, apa yang dimaksud panda miliknya?
“Itu bu, tadi Humaira bawa Puzzle panda. Tapi puzzlenya dipinjem sama Arkhan.” ucap Aurel, salah satu anak yang belum dijemput juga. Bu guru pun bertanya, “Sama Arkhan puzzlenya ditaruh di mana?”
“Nggak tau.” Jawa Aurel.
Pun pada akhirnya semua yang ada di ruangan mencari puzzlenya Humaira yang bergambar panda, tetap tidak ditemukan. Hanya ada satu kemungkinan, bisa jadi puzzle itu ikut Arkhan pulang. Akhirnya, Bu guru pun menghubungi Ibunya Arkhan.
“Oh iya Bu, maaf yaa puzzlelnya kebawa sama Arkhan. Nanti segera saya antarkan.” Ucap Ibunya Arkhan dari seberang telepon. Pada akhirnya, telepon pun ditutup. Menunggu hingga setengah jam, dua orang bertubuh tinggi dan kecil datang dari arah gerbang.
“Itu Arkhan, Bu!” Teriak Aurel dari dalam ruang tunggu jemputan.
Akhirnya Arkhan un mengembalikan puzzle milik Humaira yang sudah mulai berhenti menangis. “Arkhan, kenapa kamu bawa puzzlenya Humaira?” Tanya Bu guru.
“Anu itu Bu, aku nggak tau puzzlenya tiba-tiba ada di tasku.” Jawab Arkhan.
Bu guru menghela napas. Sudah biasa terjadi, Arkhan sering membawa pulang benda-benda di sekolah yang menurutnya menarik. Bahkan tempo lalu ia pernah membawa kabel.mic yang didapat dari lemari kantor sekolah.
“Arkhan kamu harus minta maaf sama Humaira.” ucap Aurel.
“Kenapa aku harus minta maaf? Kan puzzlenya sudah aku kembalikan?”
“Soalnya kamu udah bikin Humaira nangis. Iya kan, Bu?” Kepala kecil nan mungil itu mendongak ke arah wanita yang lebih tinggi darinya.
“Nggak mau!” Arkhan melipat tangannya dan membuang muka dari Humaira. Humaira pun menangis lagi.
“Tuh, kan! Humaira jadi nangis lagi. Arkhan, sih!”
“Arkhan, ayo minta maaf nak.” ucap Ibunya. Arkhan masih kekeuh tidak mau minta maaf, masih dalam posisinya semula.
“Arkhan, kamu suka apa?” Tanya Ibu Guru.
“Mobil.” Jawab Arkhan.
“Arkhan punya mobil-mobilan di rumah?”
“Punya.”
“Nah! Sekarang, ibu guru main ke rumah Arkhan. Trus ibu guru minjem mobil-mobilannya Arkhan buat mainan. Tapi, mobil-mobilannya ibu bawa pulang, bagaimana?”
“Loh! Kok dibawa pulang? Itu kan punya Arkhan, Bu! Bu guru mau mencuri, ya!”
“Nah! Itu tau. Berarti, kalau kamu minjem mainannya Humaira tapi nggak bilang-bilang sama aja dengan mencuri, kan?”m tanya ibu guru. Arkhan terdiam.
Sekali lagi, dibujuknya Arkhan untuk minta maaf. Akhirnya, mau tidak mau Arkhan pun luluh juga meski masih sedikit kelihatan sewot.
“Ya deh iya! Aku minta maaf! Tapi besok aku pinjam puzzlenya lagi, ya!” Ucap Arkhan.
“T-tapi kalo mau pinjam bilang dulu, Arkhan.” Sahut Aurel.
“Ya iyalah kan aku udah tau.” Jawab Arkhan.
Setelah kejadian di hari itu, keesokan harinya Arkhan pun selalu bilang saat hendak meminjam barang. Bukan hanya itu saja, Arkhan juga jadi lebih hati-hati dalam bertindak sehingga tidak melukai hati teman-temannya.
Dengan begitu, Arkhan pun jadi punya banyak teman. Sekarang teman-teman sudah tidak takut lagi saat bergaul dengan Arkhan. Berbeda pada saat dulu, pasti banyak yang takut dekat dengan Arkhan karena Arkhan terkenal nakal.
Mereka juga cenderung menjauh supaya bisa menghindari barang-barangnya hilang karena dicuri oleh Arkhan. Namun, karena sudah minta maaf sama Humaira, keesokan harinya Aurel bilang ke teman-teman kalau Arkhan sudah menjadi baik.
Meski beberapa teman masih ada yang takut, Aurel tetap meyakinkannya supaya mau berteman baik dengan Arkhan. Pada akhirnya semua teman-teman jadi mau bergaul dan bergabung dengan Arkhan.
Baca Juga: Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerita Pendek alias Cerpen
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.