Ahli Desak Pemerintah dan BPOM Hentikan Vaksin Nusantara, Ada Apa?

21 Februari 2021 14:35 WIB
ilustrasi vaksin
ilustrasi vaksin ( freepik)

Sonora.ID - Vaksin Nusantara, yang dikembangkan oleh eks Menteri Kesehatan RI Terawan Agus Putranto kini sedang mendapat sorotan oleh para ahli.

Melansir Kompas.com, para ahli meminta Pemerintah Indonesia untuk menghentikan aliran dana kepada vaksin Nusantara. Selain itu, mereka juga menyarankan agar pemerintah menghimbau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menghentikan perizinan vaksin tersebut.

"(Vaksin Nusantara sebaiknya) tidak didanai oleh pemerintah dan dihentikan oleh BPOM bila ada aturan yang tidak sesuai," kata Pandu Riono selaku Epidemiolog Universitas Indonesia seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (21/2/2021).

Baca Juga: Tersisa 29%, Vaksinasi Nakes di Kalsel Ditarget Rampung Pekan Depan

Selain Terawan, vaksin Nusantara juga inisiasi dari kerja sama antara Universitas Diponegoro (UNDIP) dan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang.Kini, vaksin tersebut tengah dalam tahap uji klinis kedua.

Berikut alasan para ahli menentang pemerintah mendanai dan meminta BPOM memberhentikan izin Vaksin Nusantara ini:

1. Mengandung sel dendritik

Menurut laporan Kompas TV, Selasa (16/2/2021), Terawan menjelaskan bahwa vaksin Nusantara menggunakan bahan serum darah dari masing-masing individu. Vaksin Nusantara ini merupakan vaksin personal berbasis sel dendritik (dendritic cell).

Pandu berpendapat, Vaksin Nusantara yang mengandung vaksin dendritik, sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker, yang merupakan terapi yang bersifat individual.

Untuk itu, vaksin dendritik tersebut diberikan untuk imunoterapi kanker, bukan karena setiap orang diberi jumlah sel dendritik, tetapi karena setiap orang sel dendritiknya bisa mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kata Pandu, yang disesuaikan adalah perlakuan terhadap sel dendritik tersebut.

Baca Juga: Sepekan Jadi Pj Gubernur Kalsel, Safrizal Jalani Vaksinasi CoVID-19

"Jadi pada imunoterapi kanker, sel dendritik tetap diberi antigen, tetapi antigennya bisa dari tumornya dia sendiri. Karena itu sifatnya personal," kata Pandu.

Dua hal yang harus Anda ketahui terkait perbedaan sel dendritik pada terapi kanker dengan vaksin dendritik:

Pertama, beda perlakuan.

Untuk terapi kanker sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.

"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," ungkap Pandu.

Kedua, perlu pelayanan medis. Dijelaskan Pandu, sel dendritik perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko.

Baca Juga: Ini Sanksi dari Pemerintah bagi Warga yang Menolak Vaksin Covid-19

Adapun potensi risiko yang sangat besar bisa terjadi seperti sterilitas, pirogen atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin, karena pembuatan individual.

"Jadi, sebenarnya sel deindritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker. Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," ujar Pandu.

2. Belum jelas data uji klinis

Pada kesempatan yang berbeda, Ahli Biomolekuler dan Vaksinolog, Ines Atmosukarto berpandangan bahwa vaksin Nusantara datanya diduga belum terlihat. Data uji klinis I belum terlihat dan belum di-update ke data uji klinis global.

"Seharusnya tercatat semua di situ, terakhir saya cek belum ada update hasil uji klinisnya. Apakah vaksin tersebut aman, datanya belum aman," ungkap Ines.

Ines menilai, ada prosedur yang harus dilewati, yakni mendapat izin dari Komite Etik, setiap protokol uji klinis dapat izin dari mereka.

"Yang perlu dicari Komisi Etik mana yang mengizinkan ini, apakah mereka sudah mendapatkan data yang lengkap," tanya Ines.

Oleh karena itu, Pandu Riono meminta Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin untuk menghentikan vaksin Nusantara demi kepentingan kesehatan masyarakat Indonesia.

"Itu kan menggunakan anggaran pemerintah (Kemenkes) atas kuasa pak Terawan sewaktu menjabat Menkes," pungkasnya.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "2 Alasan Ahli Minta Pemerintah dan BPOM Menghentikan Vaksin Nusantara"

PenulisKumairoh
EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm