Literasi Mampu Pulihkan Ekonomi dan Reformasi Sosial

20 April 2021 14:48 WIB
Kepala Perpusnas Muhamad Syarif Bando
Kepala Perpusnas Muhamad Syarif Bando ( Dok Perpusnas)

Jakarta,Sonora.Id - Kepala Perpusnas Muhamad Syarif Bando membantah bahwa budaya baca Indonesia masih rendah.

Menurut Bando keberadaan Perahu Pustaka, Kuda Pustaka, Becak Pustaka, Angkot Pustaka, Mobil Pustaka, dan fasilitas bacaan lainnya di Indonesia selalu disambut antusias oleh warga.

Hal tersebut disampaikan Kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando, dalam talkshow yang mengangkat tema Integrasi penguatan sisi hulu dan hilir budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Sosial di Jakarta, Selasa (20/4/2021)

"Antusiasme warga dalam membaca  khususnya di wilayah perbatasan negara yang selalu kekurangan dan haus akan bahan bacaan" kata Bando

Bando mrnambahkan Indonesia hanya kekurangan bahan bacaan, bukan malas membaca. Penduduk Indonesia berdasarkan data BPS kurang lebih 270 juta jiwa, sementara jumlah bahan bacaan yang Perpusnas data di semua jenis perpustakaan umum (bukan di sekolah, perguruan tinggi, atau di rumah) adalah 22 juta.

Rasio buku dengan total penduduk belum mencapai satu buku per orang/tahun (0,098). Sedangkan, di benua Eropa dan Amerika rata-rata sanggup menghasilkan 20-30 buku per orang setiap tahun. Angka ini cukup menguatkan bahwa orang Indonesia bukan malas membaca, tapi ketersediaan buku yang kurang.

Anak-anak tidak membaca buku karena pelbagai faktor. Pertama, akses ke buku cukup sulit. Karena bila masyarakat disodori buku-buku yang sesuai, mereka akan sangat senang membaca.

"Faktor kedua yang menyebabkan minat baca Indonesia rendah, yakni bukunya jelek-jelek. Jadi bukan salah orang Indonesia-nya yang malas membaca, tapi salahkan bukunya yang kebanyakan tidak menarik, bahkan sebagian merusak imajinasi anak,” tambah Bando.

Ia menilai akibat buku terbitan dalam negeri kurang menarik, anak-anak di banyak daerah menjadi gandrung dengan buku-buku terbitan/terjemahan dari luar negeri yang lebih memikat.

Banyak anak-anak di daerah yang lebih tahu soal hewan-hewan di belahan bumi lain ketimbang hewan-hewan di lingkungannya, dikarenakan mereka kekurangan suplai buku asli terbitan dalam negeri.

"Anak-anak lebih fasih berbicara tentang beruang kutub atau dinosaurus, ketimbang tentang kuda Sumba karena banyak dijumpai di buku-buku terjemahan. Tapi kalau tentang kuda Sumba atau tentang elang Jawa, harusnya ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang lebih menarik,” tambahnya.

Syarif Bando juga mengklasifikasi empat tingkatan literasi, yang menurutnya ampuh membantu memulihkan ekonomi dan reformasi sosial, terutama di masa pandemi saat ini.

Pertama, tersedianya akses kepada sumber-sumber bahan bacaan baru yang terbaru (up to date).

Kedua, kemampuan memahami bacaan secara tersirat dan tersurat.

Ketiga, kemampuan menghasilkan ide-ide, gagasan, kreativitas dan inovasi baru.

Keempat, literasi adalah soal kemampuan menghasilkan produk barang dan jasa yang bermanfaat bagi khalayak.

“Transformasi layanan dari Perpusnas berbasis inklusi sosial mampu menjawab keresahan dan kekhawatiran masyarakat saat situasi pandemi Covid-19. Keterlibatan peran masyarakat lewat bermacam aktivitas transformasi pengetahuan atau transfer knowledge, seperti pelatihan, tutorial, dan pendampingan kegiatan yang memiliki nilai ekonomis,” ujar Bando.

Sementara itu Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc, Deputi Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Bappenas, juga memberi dukungan yang besar kepada Perpusnas untuk mengintegrasikan sisi hulu dan hilir literasi dalam konteks pemulihan ekonomi dan reformasi sosial ini.

Menurut Subandi Rencana Pembangunan Jangka Mengah (RPJM) 2020-2024 sudah menempatkan literasi, kreativitas, dan inovasi sebagai pilar penting perwujudan masyarakat Indonesia yang maju dan berdaya saing.

“Secara khusus di masa pandemi ini, bagaimana peran literasi sangat penting, tidak hanya soal membaca, tapi juga mengaktualisasikan pengetahuan itu untuk meningkatkan kehidupan,” kata Subandi.

Bappenas juga mendorong gerakan literasi berbasis iklusi sosial, dimana pengetahuan yang diperoleh dari bahan bacaan bisa langsung dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari guna mendapatkan manfaat ekonomi. Bappenas juga membuat kebijakan melalui Dana Alokasi Khusus, untuk meningkatkan layanan kualitas bacaan di kabupaten dan provinsi.

"Pemerintah menyiapkan infrastrukturnya, dan mendorong pemanfaatan dana desa sesuai sumber daya di desa itu. Literasi bias menjadi pendorong sumber daya dan memaksimalkan penghasilan masyarakat, disamping penguatan budaya gemar membaca di daerah, terutama di daerah 3T,” ujar Subandi.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm