Mengupas Fenomena Flexing: Gaya Hidup atau Personal Branding?

19 April 2022 08:30 WIB
Indra Kenz
Indra Kenz ( Instagram/ Indra Kenz)

Sonora.ID - Buat kamu yang hobi scrolling media sosial, pasti tak asing mendekar kata ‘Flexing’. Ya, sempat booming berkat fenomena crazy rich yang hobi pamer kekayaan, istilah ini banyak dipakai di circle pertemanan bahkan lini sosial media. 

Menurut Cambridge Dictionary, flexing adalah menunjukkan sesuatu yang dimiliki atau diraih tetapi dengan cara yang dianggap oleh orang lain tidak menyenangkan. 

Apakah fenomena ini sama halnya dengan teknik strategi marketing? Arvan Pradiansyah menjelaskan fenomena flexing dan cara agar kita tidak terjebak di dalamnya dalam siniar Smart Inspiration bertajuk “Flexing: Gaya Hidup atau Personal Branding?

Baca Juga: Flexing Jadi Syarat Influencer Terkenal Instan? Ini Sederet Bahaya yang Mengancam!

Fenomena flexing di  media sosial, menurut para ahli terjadi karena keinginan manusia akan pengakuan dari orang lain.

Contoh flexing yang umum yaitu, influencer yang selalu memamerkan kekayaan berupa barang branded yang dimilikinya melalui Instagram. 

Jurnal Social Psychological and Personality Science menyebutkan, 66 persen orang cenderung memilih mobil mewah daripada mobil biasa.

Tetapi orang baru lebih tertarik dengan orang yang memiliki kendaraan yang lebih murah.

Baca Juga: Sulit Mengatur Keuangan? Selalu Habis Sebelum Gajian? Coba Perhatikan 2 Hal Ini dalam Fengshui!

Erat Kaitannya dengan Marketing 

Bagaimana caranya kita memberikan impresi tertentu pada orang lain dengan menampilkan diri kita sebaik-baiknya. Hal ini merupakan bentuk marketing di sosial media.

Dengan pamer, orang akan tertarik dan percaya dengan kita dan membeli produk yang ditawarkan. 

Berbeda dengan personal branding, yang lebih terstruktur. Bukan hanya memamerkan, tapi sudah membuat positioning,  diferensiasi,  dan planning terencana.

Apa yang ingin ditampilkan dan dilakukan secara serius.

Kalau flexing dengan tujuan membuat orang terkesan dan ingin pengakuan orang lain. Kesamaannya adalah menunjukkan versi yang terbaik.

Flexing menampilkan apa pun yang ingin ditampilkan, meski barang tersebut bukan punya kita. Personal branding, benar-benar menampilkan yang kita punya saja. 

Mengapa Orang terus Flexing?

Menurut Arvan Pradiansyah, manusia sejatinya ingin terus mendapatkan pengakuan dari orang lain. Salah satunya dengan flexing atau pamer di sosial media.

Secara tidak sadar, ketika kita mengunggah foto saat berlibur ke media sosial, itu termasuk bagian dari flexing. 

Apakah kamu termasuk orang yang selalu ingin membagikan apapun yang dilakukan ke sosial media? Atau mungkinkah kamu berpikir perlu membagikannya agar menjadi sebuah pembuktian keberadaan kamu pada teman-teman sekitar?

Agar tidak terjebak dalam dampak negatif dari flexing, perlu diingat jika kita harus bersyukur dengan apa yang dimiliki saat ini.

Fokus dengan apa yang dimiliki, sehingga tidak iri dengan apa yang orang lain miliki. 

Baca Juga: Gaya Hidup Tidak Perlu Mewah! Cukup Minimalis dan Sederhana Sudah Bikin Hidup Bahagia Lho!

Pendapat Ahli tentang Flexing 

Akademisi dan praktisi bisnis asal Indonesia Prof. Rhenald Kasali, Ph. D mengatakan, orang kaya yang sesungguhnya tidak ingin menjadi pusat perhatian.

Sebuah pepatah mengatakan, poverty screams, but wealth whispers. Semakin orang menjadi kaya, semakin menginginkan privasi dan tidak ingin menjadi pusat perhatian. Flexing menurutnya bukan cerminan dari orang kaya yang sesungguhnya. 

Dosen Psikologi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Dewi Ilma Antawati mengatakan, fenomena flexing atau pamer harta merupakan perilaku instingtif dalam menjalin relasi. Dalam psikologi klinis, perilaku ini dikaitkan dengan rasa tidak aman yang dimiliki seseorang. Sehingga muncul dorongan untuk memamerkan apa yang menurutnya unggul dari orang lain. 

Dalam menjalin pertemanan, orang yang selalu memamerkan apa yang dimilikinya justru akan membuat orang sekitar tidak nyaman dan membuatnya jadi sulit bergaul atau diterima oleh orang lain.

Secara finansial perilaku pamer harta hanya akan membuat kantong kering, karena akan terus berusaha memamerkan barang mahal atau apa pun yang sedang jadi perbincangan masyarakat untuk dipamerkan ke media sosial. 

Sebagai orang yang melihat perilaku flexing orang lain, kita tidak perlu berlebihan menanggapinya, cukup memahami mengapa seseorang melakukan hal tersebut. Untuk mencegah perilaku ini agar tidak terjadi pada kita, bisa dengan menerima segala yang dimiliki pada diri sendiri, termasuk memaafkan kelemahan yang dimiliki. 

Episode lengkap seputar “Flexing: Gaya Hidup atau Personal Branding?” juga bisa Anda dengarkan melalui tautan berikut https://dik.si/smart_flexing

Simak episode lain dari siniar Smart Inspiration. agar kamu bisa mendapatkan informasi strategis perihal memulai dan menjalankan bisnis, serta menyuguhkan elaborasi perspektif sebagai upaya menemukan keseimbangan hidup yang lebih berkualitas dan bahagia.

Penulis: Alifia Riski Monika & Gandhi Gautama

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm