Indonesia Ajukan Banding atas Putusan WTO terkait Nikel dan Perluas Larangan Ekspor

1 Desember 2022 11:10 WIB
Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 di Jakarta, pada Rabu, (30/11/2022).
Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 di Jakarta, pada Rabu, (30/11/2022). ( Biro Pers Sekretariat Presiden)
Sonora.ID - Pemerintah Indonesia akan mengajukan banding ke Badan Penyelesaian Sengketa (DSB) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) setelah Indonesia dinyatakan melanggar oleh Uni Eropa, terkait kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri, yang diberlakukan Indonesia agar negara mendapatkan nilai tambah dari ekspor nikel yang telah diolah.
 
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, agar jajarannya terus melakukan hilirisasi terhadap bahan-bahan tambang yang dimiliki Indonesia untuk mendapatkan nilai tambah yang berkali-kali lipat, dan penghentian ekspor dalam bentuk bahan mentah, tidak hanya berhenti pada komoditas nikel saja. 
 
"Enggak bisa lagi kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah, mengekspor dalam bentuk raw material, enggak. Begitu kita dapatkan investasinya, ada yang bangun, bekerja sama dengan luar dengan dalam atau pusat dengan daerah, Jakarta dengan daerah, nilai tambah itu akan kita peroleh," tegas Presiden Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi Tahun 2022 di Jakarta, pada Rabu, (30/11/2022).
 
Kepala Negara mencontohkan, beberapa tahun lalu Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah yang nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dolar AS, kemudian pemerintah memiliki smelter dan menghentikan ekspor dalam bentuk bahan mentah, sehingga pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih.
 
 
"Seperti kasus nikel ini, dari Rp20 triliun melompat ke lebih dari Rp300 triliun sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun. Baru 29 bulan yang lalu kita selalu surplus. Ini yang kita arah," jelasnya.
 
Dampak dari kebijakan tersebut, Indonesia lalu digugat oleh Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
 
Meski kalah dalam kasus gugatan tersebut, Kepala Negara meminta agar jajarannya melakukan banding, bahkan harus terus melakukan hilirisasi untuk bahan-bahan tambang lainnya, seperti bauksit.
 
"Enggak apa-apa kalah, saya sampaikan ke menteri, banding. Nanti babak yang kedua hilirisasi lagi bauksit. Artinya bahan mentah bauksit harus diolah di dalam negeri agar kita mendapatkan nilai tambah. Setelah itu bahan-bahan yang lainnya, termasuk hal-hal yang kecil-kecil, urusan kopi, usahakan jangan sampai diekspor dalam bentuk bahan mentah. Sudah beratus tahun kita mengekspor itu. Stop, cari investor, investasi agar masuk ke sana sehingga nilai tambahnya ada," ungkap Kepala Negara.
 
Presiden pun mengatakan bahwa gugatan tersebut merupakan hak negara lain yang merasa terganggu dengan kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia, namun, Indonesia juga memiliki hak untuk menjadi negara maju.
 
Dicontohkannya, bagi Uni Eropa, jika nikel diolah di Indonesia, maka industri di sana akan banyak yang tutup dan pengangguran akan meningkat. 
 
Baca Juga: Semua Negara Inginkan Capital Inflow, Jokowi: Jangan Persulit Investasi!

"Negara kita ingin menjadi negara maju, kita ingin membuka lapangan kerja. Kalau kita digugat saja takut, mundur, enggak jadi, ya enggak akan kita menjadi negara maju. Saya sampaikan kepada menteri 'Terus, tidak boleh berhenti'. Tidak hanya berhenti di nikel tetapi terus yang lain," tuturnya.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm