7 Contoh Puisi Balada yang Terkenal dan Mengandung Nilai Karakter

6 Maret 2023 15:15 WIB
Contoh puisi balada.
Contoh puisi balada. ( pexels.com)

Sonora.ID - Puisi merupakan sebuah karya sastra yang singkat dan dengan kata-katanya yang indah mengandung nilai-nilai karakter yang dapat diteladani atau dijadikan sebagai pelajaran.

Puisi diketahui memiliki beragam jenis sesuai dengan isinya. Berdasarkan isinya puisi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu balada, naratif, lirik serta puisi bebas.

Dalam artikel ini kita akan secara khusus mempelajari puisi balada dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan buku Ayo Menulis Puisi, yang dimaksud dengan puisi balada sendiri adalah sebuah puisi yang berisi cerita yang diberi efek nyanyian.

Puisi balada memuat dialog untuk mengisahkan sebuah cerita. Jenis puisi ini pun umumnya berisi cerita tragedi atau kisah heroik.

Di bawah ini pun kumpulan contoh puisi balada yang terkenal dan mengandung nilai karakter.

Baca Juga: 15 Contoh Puisi Cita-citaku Menjadi Dokter, Guru, Polisi yang Inspiratif

Contoh Puisi Balada

Derita Anak Bangsa

Ia mengayuh sepedanya

Ia mengayuh semangatnya 

Menjual koran di pagi hari

Panasnya matahari, dinginnya hujan

Tak ia rasakan

Ia sampai putus sekolah

Cita-cita tak lagi ia gantungkan

Hanya ada satu kewajiban

Menjual koran, mencari makan

(Ainun Qalb S. R, Surabaya)

Balada Terbunuhnya Atma Karpo

Dengan kuku-kuku besi kuda menebah perut bumi

Bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya di pucuk-pucuk para

Mengepit kuat-kuat lutut menunggang perampok yang diburu

Surai bau keringat basah, jenawi pun telanjang

Segenap warga desa mengepung hutan itu

Dalam satu pusaran pulang balik Atmo Karpo

Mengutuki bulan betina dan nasibnya yang malang

Berpancaran bunga api, anak panah di bahu kiri

Satu demi satu yang maju terhadap darahnya

Penunggang baju dan kuda mengangkat kaki muka

Nyawamu barang pasar, hai orang-orang bebal!

Tombakmu pucuk daun dan matiku jauh orang papa

Majulah Joko Pandan! Di mana ia?

Majulah ia kerna padanya kukandung dosa

Anak panah empat arah dan musuh tiga silang

Atmo Karpo tegak, luka tujuh liang

Joko Pandan! Di mana ia?

Hanya padanya seorang kukandung dosa

Bedah perutnya tapi masih setan ia

Menggertak kuda, di tiap ayun menungging kepala

Joko Pandan! Di makah ia!

Hanya padanya seorang kukandung dosa

Berberita ringkik kuda muncullah Joko Pandan

Segala menyibak bagi derapnya kuda hitam

Ridla dada bagi derunya dendam yang tiba

Pada langkah pertama keduanya sama baja

Pada langkah ketiga rubuhlah Atmo Karpo

Panas luka-luka, terbuka daging kelopak-kelopak angsoka

Malam bagai kedok hutan bopeng oleh luka

Pesta bulan, sorak-sorai, anggur darah

Joko Pandan mengeak, menjilat darah di pedang

Ia telah membunuh bapanya.

(Rendra)

Bendera

Mereka yang berpakaian hitam

Telah berhenti di depan sebuah rumah

Yang mengibarkan bendera duka

Dan masuk dengan paksa

Mereka yang berpakaian hitam

Telah menurunkan bendera itu

Di hadapan seorang ibu yang tua

“Tidak ada pahlawan meninggal dunia!”

Mereka yang berpakaian hitam

Dengan hati yang kelam

Telah meninggalkan rumah itu

Tergesa-gesa

Kemudian ibu tua itu

Perlahan menaikkan kembali

Bendera yang duka

Ke tiang yang duka

(Taufiq Ismail)

Balada Orang-orang Tercinta

Kita bergantian menghirup asam

Batuk dan lemas terceruk

Marah dan terbaret-baret

Cinta membuat kita bertahan

dengan secuil redup harapan

Kita berjalan terseok-seok

Mengira lelah akan hilang

di ujung terowongan yang terang

Namun cinta tidak membawa kita

memahami satu sama lain

Kadang kita merasa beruntung

Namun harusnya kita merenung

Akankah kita sampai di altar

Dengan berlari terpatah-patah

Mengapa cinta tak mengajari kita

Untuk berhenti berpura-pura?

Kita meleleh dan tergerus

Serut-serut sinar matahari

Sementara kita sudah lupa

rasanya mengalir bersama kehidupan

Melupakan hal-hal kecil

yang dulu termaafkan

Mengapa kita saling menyembunyikan

Mengapa marah dengan keadaan?

Mengapa lari ketika sesuatu

membengkak jika dibiarkan?

Kita percaya pada cinta

Yang borok dan tak sederhana

Kita tertangkap jatuh terperangkap

Dalam balada orang-orang tercinta

(W.S. Rendra)

Dongeng Marsinah

/1/

Marsinah buruh pabrik arloji

mengurus presisi:

merakit jarum, sekrup, dan roda gigi;

waktu memang tak pernah kompromi

ia sangat cermat dan pasti.

Marsinah itu arloji sejati,

tak lelah berdetak

memintal kefanaan

yang abadi:

“kami ini tak banyak kehendak

sekadar hidup layak,

sebutir nasi.”

/2/

Marsinah, kita tahu, tak bersenjata,

ia hanya suka merebus kata

sampai mendidih,

lalu meluap ke mana-mana.

“Ia suka berpikir,” kata Siapa,

“itu sangat berbahaya.”

Marsinah tak ingin menyulut api,

ia hanya memutar jarum arloji

agar sesuai dengan matahari.

“Ia tahu hakikat waktu,” kata Siapa,

“dan harus dikembalikan

ke asalnya, debu.”

/3/

Di hari baik bulan baik,

Marsinah dijemput di rumah tumpangan

untuk suatu perhelatan.

Ia diantar ke rumah Siapa,

a disekap di ruang pengap,

ia diikat di kursi,

mereka kira waktu bisa disumpal

agar lengkingan detiknya

tidak kedengaran lagi.

Ia tidak diberi air,

ia tidak diberi nasi,

detik pun gerah

berloncatan ke sana ke mari.

Dalam perhelatan itu,

kepalanya ditetak,

selangkangannya diacak-acak,

dantubuhnya dibirulebamkan

dengan besi batangan.

Detik pun tergeletak,

Marsinah pun abadi.

(Sapardi Djoko Damono)

Baca Juga: 7 Puisi Motivasi Penyemangat nan Hangat dari Para Penyair Ternama

Jante Arkidam

Sepasang mata biji saga

Tajam tangannya lelancip gobang

Berebahan tubuh-tubuh lalang dia tebang

Arkidam, Jante Arkidam

Dinding tembok hanyalah tabir embun

Lunak besi dilengkungkannya

Tubuhnya lolos di tiap liang sinar

Arkidam, Jante Arkidam

Di penjudian di peralatan

Hanyalah satu jagoan

Arkidam, Jante Arkidam

Malam berudara tuba

Jante merajai kegelapan

Disibaknya ruji besi pegadean

Malam berudara lembut

Jante merajai kalangan ronggeng

Ia menari, ia ketawa

‘Mantri polisi lihat kemari!

Bakar meja judi dengan uangku sepenuh saku

Wedana jangan ketawa sendiri!

Tangkaplah satu ronggeng berpantat padat

Bersama Jante Arkidam menari

Telah kusibak ruji besi’

Berpandangan wedana dan mantri polisi

Jante, jante Arkidam!

Telah dibongkarnya pegadaean malam tadi

Dan kini ia menari

‘Aku, akulah Jante Arkidam

Siapa berani melangkah kutigas tubuhnya batang pisang

Tajam tanganku lelancip gobang

Telah kulipat rujibesi’

Diam ketakutan seluruh kalangan

Memandang kepada Jante bermata kembang sepatu

‘Mengapa kalian memandang begitu?

Menarilah, malam senyampang lalu!’

Hidup kembali kalangan, hidup kembali perjudian

Jante masih menari berselempang selendang

Diteguknya sloki ke sembilan likur

Waktu mentari bangun, Jante tertidur

Kala terbangun dari mabuknya

Mantri polisi berdiri di sisi kiri:

‘Jante, Jante Arkidam, Nusa Kambangan!’

Digisiknya mata yang sidik

‘Mantri polisi, tindakanmu betina punya!

Membokong orang yang nyenyak’

Arkidam diam dirante kedua belah tangan

Dendamnya merah lidah ular tanah

Sebelum habis hari pertama

Jante pilin ruji penjara

Dia minggat meniti cahya

Sebelum tiba malam pertama

Terbenam tubuh mantri polisi di dasar kali

‘Siapa lelaki menuntut bela?

Datanglah kala aku jaga!’

Teriaknya gaung dilunas malam

Dan Jante di atas jembatan

Tak ada orang yang datang

Jante hincit menikam kelam

Janda yang lakinya terbunuh di dasar kali

Jante datang ke pangkuannya

Mulut mana yang tak direguknya

Dada mana tak diperasnya?

Bidang riap berbulu hitam

Ruas tulangnya panjang-panjang

Telah terbenam beratus perempuan

Di wajahnya yang tegap

Betina mana yang tak ditaklukannya?

Mulutnya manis jeruk garut

Lidahnya serbuk kelapa puan

Kumisnya tajam sapu ijuk

Arkidam, Jante Arkidam

Teng tiga di tangsi polisi

Jante terbangun ketiga kali

Diremasnya rambut hitam janda bawahnya

Teng kelima di tangsi polisi

Jante terbangun dari lelapnya

Perempuan berkhianat, tak ada di sisinya

Berdegap langkah mengepung rumah

Didengarnya lelaki menantang:

‘Jante, bangun! Kami datang jika kau jaga!’

‘Datang saja yang jantan

Kutunggu di atas ranjang’

‘Mana Jante yang berani

Hingga tak keluar menemui kami?’

‘Tubuh kalian batang pisang

Tajam tanganku lelancip pedang’

Menembus genteng kaca Jante berdiri di atas atap

Memandang hina pada orang yang banyak

Dipejamkan matanya dan ia sudah berdiri di atas tanah

‘He, lelaki mata badak lihatlah yang tegas

Jante Arkidam ada di mana?’

Berpaling seluruh mata ke belakang

Jante Arkidam lolos dari kepungan

Dan masuk ke kebun tebu

‘Kejar jahanam yang lari!’

Jante dikepung lelaki satu kampung

Di lingkung kebun tebu mulai berbunga

Jante sembunyi di lorong dalamnya

‘Keluar Jante yang sakti!’

Digelengkannya kepala yang angkuh

Sekejap Jante telah bersanggul

‘Alangkah cantik perempuan yang lewat

Adakah ketemu Jante di dalam kebun?’

‘Jante? Tak kusua barang seorang

Masih samar dilorong dalam’

‘Alangkah eneng bergegas

Adakah yang diburu?’

‘Jangan hadang jalanku

Pasar kan segera usai!’

Sesudah jauh Jante dari mereka

Kembali dijelmakan dirinya

‘He, lelaki sekampung bermata dadu

Apa kerja kalian mengantuk di situ?’

Berpalingan lelaki ke arah Jante

Ia telah lolos dari kepungan

Kembali Jante diburu

Lari dalam gelap

Meniti muka air kali

Tiba di persembunyiannya

(Ajip Rosidi)

Balada Pembungkus Tempe

Fermentasi asa

Mengharap sempurna

Bentuk utuh nan konyol

Rasa, karsa tempe

Pembungkus yang berjasa

Penuh kisah bertulis duka lara

Dibuang tanpa dibaca

Pembungkus tempe

Bukan plastik tapi kertas usang tak terpakai

Masihkah ada yang membelai sebelum membuangnya?

(W.S. Rendra).

Baca Juga: Contoh Puisi Naratif Lengkap dengan Pengertian dan Jenis-jenisnya

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm