Waspada Kemarau Panjang dan El Nino! Krisis Air dan Bahaya Kelaparan Mengancam Indonesia

19 September 2023 14:38 WIB
Ilustrasi BMKG, Prakiraan cuaca DKI Jakarta hari ini, 19 Mei 2023, 07.00 WIB - 20 Mei 2023, 07.00 WIB
Ilustrasi BMKG, Prakiraan cuaca DKI Jakarta hari ini, 19 Mei 2023, 07.00 WIB - 20 Mei 2023, 07.00 WIB ( BMKG)

Sonora.ID - BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) memprediksi musim kemarau disertai El Nino akan terjadi mulai September atau Oktober tahun ini hingga Februari tahun 2024.

Salah satu yang dikhawatirkan adalah aktifitas pertanian yang akan terganggu siklusnya akibat kurangnya curah hujan.

Kekeringan panjang menyebabkan gagal panen sehingga mengancam ketahanan pangan nasional.

Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang sudah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.

Dalam sesi wawancara dalam program #SonoraPagi Jumat (15/09), Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Budi Kartiwa mengatakan, meskipun El Nino sudah diprediksi 6 bulan sebelum terjadi namun nyatanya antisipasi menghadapi dampaknya masih tidak dapat diindahkan.

Baca Juga: Wonogiri Kekurangan Damkar, DPRD Himbau Warga Tekan Potensi Kebakaran

Budi mengatakan, pemerintah sudah mengantisipasi membangun sejumlah bendungan.

“Pemerintah, melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sudah membangun 36 bendungan dari 61 target bendungan akan dibangun dalam periode 2015-2022”, katanya.

Selain itu, pemerintah juga sudah membangun 8 juta hektar lahan sawah beririgasi.

Namun karena ketersediaan air dari sumber alami seperti Sungai yang mengering selama musim kemarau membuat sawah-sawah irigasi tersebut tidak mendapat limpahan air yang cukup.

“Hal itu diperparah lagi dengan beberapa saluran air yang merupakan infrstruktur lama yang sudah rapuh sehingga mengakibatkan air banyak hilang dari sumber menuju target sawah yang harus diairi, khususnya sawah-sawah di ujung (irrigated area)”, jelasnya.

Namun demikian, sawah-sawah yang dekat dengan waduk besar tanamannya masih diselamatkan.

Oleh karena itu, perlu dicari sumber air baru untuk mengatasi dampak kekeringan ini.

Program “Pompanisasi” khusus untuk sawah yang letaknya lebih tinggi dari sumber air sangat tepat dilakukan.

Berikutnya adalah pemanfaatan potensi air tanah, tetapi harus dilakukan dengan bijak karena dapat mengancam ketersediaan air untuk keperluan domestic masyarakat.

Baca Juga: Wonogiri Kekurangan Damkar, DPRD Himbau Warga Tekan Potensi Kebakaran

Solusi lain adalah dengan memperbanyak embung meskipun hal ini akan berdampak terhadap berkurangnya lahan pertanian untuk pembangunannya.

Berkaca dengan Pembangunan embung di Taiwan, lahan yang diperlukan minimal 10 hektar di dekat lahan pertanian.

Menyinggung dampak kekeringan di perkotaan, Budi menawarkan pipanisasi sebagai solusi dari sumber air baku utama menuju ke rumah-rumah warga seperti yang sudah dilakukan oleh perusahaan air minum.

“Namun, pipanisasi membutuhkan investasi yang besar terutama untuk Pembangunan infrastrukturnya jika langsung mengambil air langsung dari sumber utama”, jelas Budi Kartiwa. ‘

Sementara penggunaan air tanah yang masif di perkotaan berpotensi besar menurunkan muka tanah.

Untuk daerah pesisir ada kemungkinan air tanah akan diintrusi oleh air laut sehingga air yang disedot ke permukaan akan menjadi payau.

Kontaminasi zat-zat lain dan intrusi air laut dapat mengancam Kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Terkait dengan modifikasi cuaca, seperti hujan buatan yang sudah dilakukan oleh pemerintah.

Kelemahannya adalah tidak bisa dilakukan di sembarang waktu, apalagi saat kemarau terjadi bibit-bit awan hujan di atmosfer yang akan disemai agar menjadi hujan sangat sedikit jumlahnya.

Kelembaban udara setempat juga menjadi pertimbangan dilakukann modifikasi hujan buatan.

Musim kemarau yang diperparah dengan fenomena El Nino harus menjadi perhatian.

El nino sebenarnya juga mengakibatkan turunnya muka air di lokasi Pantai dan hutan mangrove yang di Indonesia luasnya bisa mencapai ratusan ribu hektar yang bisa dijadikan sebagai lahan tanam baru.

Namun demikian, kemarau Panjang yang diprediksi akan terhadi hingga awal tahun depan selayaknya membuat semua orang semakin bijak menggunakan air.

Selain hemat berbagai pemanfaatan teknologi pemurnian air, pengolahan limbah, dan pengembangan infrastruktur irigasi harus terus digalakkan.

Pemerintah diharapkan segera melakukan identifikasi daerah-daerah yang mengalami krisis air lalu Menyusun rencana pengelolaan sumber daya air yang berkelanjutan.

Baca Juga: Wonogiri Kekurangan Damkar, DPRD Himbau Warga Tekan Potensi Kebakaran

Penulis: Wahyudi yudi

PenulisBMKG
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm