Sejarah Banjir Rob di Pantai Utara Semarang

1 Februari 2024 14:20 WIB
Ket. Foto: Banjir Rob di Gerbang Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Rabu (25/5/2022)
Ket. Foto: Banjir Rob di Gerbang Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang, Rabu (25/5/2022) ( )

Sonora.ID - Walau “Jangkrik Genggong” cipta Waldjinah rilis pada tahun 1985, ternyata banjir rob baru dikenal di Semarang pada akhir 1990-an.

Dalam arsip pemberitaan Kompas, banjir rob di Pantura Jawa Tengah pertama kali diberitakan pada Minggu, 4 Mei 1997.

Banjir rob menggenangi wilayah Kota Lama Semarang sampai Pasar Johar, Stasiun Tawang, dan Pelabuhan Tanjung Emas.

Dilansir dari Kompas.id, Heri Andreas, ahli geodesi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB menyebutkan hingga tahun 1980-an, banjir rob belum dikenal di pantura Jawa.

Baca Juga: PLN Berhasil Pulihkan Kelistrikan 100% Dampak Cuaca Ekstrim di Sumatera Selatan

Penyebab alami banjir rob

Banjir rob adalah banjir yang diakibatkan masuknya air laut ke daratan. Pada umumnya, peristiwa ini terjadi karena peningkatan permukaan air laut.

Penyebab umum dari banjir rob adalah fase pasang-surut air laut yang dipengaruhi oleh daya tarik gravitasi bulan, pun gravitasi matahari walau tak sekuat daya tarik bulan terhadap permukaan air.

Saat bulan purnama dan bulan baru, kondisi air laut tinggi atau pasang terjadi. Sedangkan pada saat bulan separuh, air laut mengalami kondisi surut.

Karena jalur orbit bulan mengelilingi bumi berbentuk lonjong, fenomena perigee atau fase di mana posisi Bulan berada pada jarak terdekat dengan Bumi dapat terjadi.

Ketika perigee terjadi saat Matahari, Bulan, dan Bumi berada di posisi sejajar, kenaikan muka air laut akan lebih besar.

Akibatnya, akan ada himbauan terjadinya air pasang. Perigee menjadi salah satu faktor penyebab banjir rob di Pantai Utara Semarang.

Baca Juga: Daftar Wilayah Berpotensi Tinggi Banjir hingga Februari 2024 Mendatang

Penyebab banjir rob dari campur tangan manusia

Penjelasan fenomena kenaikan permukaan air laut yang terjadi secara alamiah terkait pasang-surut itu terjadi secara rutin dan sudah ada sejak Bumi terbentuk.

Namun, banjir rob yang baru saja terjadi akhir tahun 90-an di Semarang ini bisa dijelaskan dari sebab-sebab yang melibatkan campur tangan manusia.

Ulah campur tangan manusia menyebabkan permukaan tanah mengalami penurunan secara bertahap sedang permukaan air laut tetap mengalami fase kenaikan.

Penurunan permukaan tanah memperburuk keadaan karena mengurangi proteksi banjir rob ketika permukaan air laut tinggi.

Hal-hal penyebabnya di antaranya adalah proyek reklamasi pantai, ekstraksi air tanah berlebih, dan pengerukan-pengerukan yang dilakukan di pelabuhan dan sepanjang daerah pesisir Semarang.

Menurut catatan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapelda) Kota Semarang, sejak tahun 1990 proyek reklamasi sudah aktif dikerjakan di kawasan Pantai Marina Semarang yang akhirnya menyebabkan abrasi.

Kini garis pantai pun semakin turun.

Baca Juga: BMKG Sebut Wilayah Pesisir Ini Berpotensi Banjir Rob pada 24-30 Januari 2024, Ini Daftarnya

Hal ini diperparah dengan bangunan-bangunan dan struktur yang kurang memperhatikan dampak lingkungan di daerah pesisir yang membebani tanah dan akhirnya menyebabkan tanah ambles.

Pemanasan global serta perubahan iklim juga turut andil menyumbang dampak terhadap kenaikan permukaan air laut.

Hal-hal seperti badai, dinamika atmosfer laut Jawa yang menyebabkan angin kencang pemicu dorongan gelombang air laut, dan pencairan es kutub yang dipicu pemanasan global dapat menyebabkan hal tersebut.

Isu pemanasan global dan perubahan iklim membuat gelombang tinggi dan angin kencang lebih sering terjadi.

Kondisi saat ini

Kini, Semarang mencatatkan prestasi miris berada di posisi kedua kota dunia dengan laju penurunan tanah tercepat di antara 99 kota tepi pantai menurut data penelitian Geophysical Research Letters pada tahun 2022.

Laju penurunan tanah di Semarang hanya kalah dari kota Tianjin, China. Lebih tinggi dari Jakarta yang berada tepat satu peringkat di bawahnya.

Penelitian Lapan menunjukkan laju rata-rata penurunan tanah di Semarang mengalami penurunan 0,9-6 cm per tahun.

Di Pantai Utara Jawa Tengah, Pekalongan memiliki laju penurunan lebih tinggi, yaitu 2,1-11 cm per tahun.

Sedangkan untuk kenaikan muka air laut global, pada periode 2010-2015 kenaikan mencapai 4,4 mm per tahun.

Jauh dibandingkan pada periode 1900-1930 yang hanya mengalami 0,6 mm kenaikan per tahun.

Baca Juga: Cari Solusi Banjir, DPRD Kalsel Pelajari Sistem Drainase di Jawa Timur

Teori sebagian Kota Semarang dulunya lautan

Topografi Kota Semarang membelah dua bagian kota yang kini disebut sebagai daerah Semarang bawah dan Semarang atas.

Ada teori yang cukup kuat yang menyebutkan bahwa daerah Semarang bawah yang kita kenal saat ini berabad lalu belum ada, karena merupakan lautan.

Prof van Bemmelen, ahli geologi Belanda dalam buku “Sejarah Semarang” yang ditulis oleh Amen Budiman mengatakan bahwa 5 abad berselang, gelombang Laut Jawa menyentuh hingga daerah kaki perbukitan Candi.

Kesimpulan itu diambilnya dari peta kuno Semarang tahun 1695, 1719, 1816, 1847, 1892, dan 1940 yang menunjukkan bahwa pergeseran garis pantai mencapai 8 meter pertahun, atau 2 kilo meter tiap 2 setengah abad.

Mengutip situs resmi Klenteng Sam Poo Kong, kisah perlabuhan Laksamana Cheng Ho pada awal abad ke-14 atau tepatnya 1405 Masehi, terhenti karena jurumudi kapal, Wang Ji Hong mengalami sakit keras.

Kala itu armada Cheng Ho menepi di Pantai Simongan, yang kini telah tiada.

Pantai Simongan ini berada di sekitar wilayah Gisikdrono dan Ngemplak Simongan yang kini ditandai dengan berdirinya Klenteng Sam Poo Kong.

Secara bahasa, kata “Gisik” juga memiliki arti jalur agak miring di tepi laut. Bukti lain ditunjukkan dari banyak ditemuinya spesies kerang Balamnus sp. 

Yang menempel pada batuan di sekitar daerah Gisikdrono. Daerah ini kini telah berjarak 7 km dari permukaan laut.

Catatan sejarah juga mencatat eksistensi Pelabuhan Pragota sebagai pelabuhan penting pada masa Mataram Kuno di sekitar abad ke-9.

Kini, wilayah tersebut lebih dikenal sebagai Bergota, daerah pemakaman umum di tengah kota.

Daratan Kota Semarang kini adalah hasil perkerasan sedimentasi tanah berabad-abad dari timbunan endapan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai.

Itulah kenapa permukaan tanah Kota Semarang cukup rendah, yang membuatnya rawan banjir ketika curah hujan tinggi.

Rendahnya permukaan daratan Kota Semarang akibat gejala alamiah pendangkalan laut berabad-abad kini tak bisa serta-merta jadi pemakluman seringnya terjadi rob.

Kenaikan permukaan laut yang menjadi semakin sering karena perubahan iklim serta amblesnya tanah akibat pembangunan pesisir justru menjadi faktor kuat mengapa sejak tahun 1990-an hingga sekarang banjir rob baru muncul dan berkembang menjadi langganan bencana tahunan.

Baca Juga: PLN Berhasil Pulihkan Kelistrikan 100% Dampak Cuaca Ekstrim di Sumatera Selatan

Penulis: Khizbulloh Huda

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm