Sinopsis 'Dirty Vote', Film Dokumenter Ungkap Kecurangan Pemilu 2024

12 Februari 2024 11:26 WIB
Sinopsis 'Dirty Vote', Film Dokumenter Ungkap Kecurangan Pemilu 2024.
Sinopsis 'Dirty Vote', Film Dokumenter Ungkap Kecurangan Pemilu 2024. ( )

Sonora.ID - Di masa tenang menjelang Pemilihan Presiden 2024 terdapat sebuah film dokumenter berjudul 'Dirty Vote' yang menggemparkan netizen dan masyarakat.

Film yang diproduksi oleh WatchDoc ini disutradai oleh Dandhy Dwi Laksono bisa disaksikan di YouTube.

Film dokumenter itu mengupas soal dugaan potensi kecurangan dalam proses Pemilu dan Pilpres 2024.

Film itu ditayangkan perdana melalui kanal rumah produksi WatchDoc di Youtube pada 11 Februari 2024 pukul 11.00 WIB, bertepatan hari pertama masa tenang Pemilu.

Tak butuh waktu lama, Dirty Vote berhasil ditonton lebih dari 3 juta viewers di YouTube hanya dalam waktu 24 jam sejak resmi dirilis.

Baca Juga: Usai Debat, Siapa Paslon Yang Layak Dipilih? Ini Ulasan Para Pakar

Sinopsis 'Dirty Vote'

Mengutip sinopsis resminya, film ini mengungkap berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak tatanan demokrasi. Film ini mengurai kecurangan Pemilu dengan analisa hukum tata negara.

Dalam film Dirty Vote juga akan memperlihatkan soal aksi-aksi kecurangan yang secara nyata terjadi, dan dilihat publik, tapi tidak ditindak.

Dirty Vote juga mengkritisi penggunaan infrastruktur kekuasaan yang kuat, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di depan publik demi mempertahankan status quo.

Persisnya dokumenter eksplanatori yang disampaikan oleh tiga ahli hukum tata negara yang membintangi film ini.

Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari. Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi.

Penggunaan kekuasaan yang kuat dengan infrastruktur yang mumpuni, tanpa malu-malu dipertontonkan secara telanjang di hadapan rakyat demi mempertahankan status quo.

Tentu saja penjelasan ketiga ahli hukum ini berpijak atas sejumlah fakta dan data. Bentuk-bentuk kecurangannya diurai dengan analisa hukum tata negara.

Sederhananya menurut Bivitri Susanti, film ini sebuah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi negara ini pada suatu saat, di mana kekuasaan disalahgunakan secara begitu terbuka oleh orang-orang yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri. 

 “Bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tak bisa dimaknai sebatas terlaksananya pemilu, tapi bagaimana pemilu berlangsung. Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi. Kedua, tentang kekuasaan yang disalahgunakan karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis,” katanya.

Baca Juga: Imlek Bertepatan Tahun Pemilu, Wapres Ma'ruf Amin: Penguatan Komitmen Berbangsa Bernegara

Bivitri mengingatkan, sikap publik menjadi penting dalam sejarah ini. Apakah praktik lancung ini akan didiamkan sehingga demokrasi yang berorientasi kekuasaan belaka akan menjadi normal yang baru? 

Melalui film ini pula, publik diharapkan bisa membuat pertimbangan untuk menentukan penghukuman bagi pejabat yang picik.

PenulisKumairoh
EditorKumairoh
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.7 fm
98.9 fm
98.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm