Sertifikat ini diterbitkan untuk tanah yang digunakan dalam pembangunan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV Ketapang-Kendawangan, SUTT 150 kV Tayan-Sandai di Kalimantan Barat dan SUTT 150 kV Puruk Cahu – Kuala Kurun, SUTT 150 kV Kasongan – Kuala Kurun dan SUTT 150 kV Sampit-Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah.
Pencapaian ini menandakan kemajuan besar dalam program sertifikasi aset tanah yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan. Dengan adanya sertifikat yang sah, status hukum dan kepemilikan tanah untuk proyek transmisi kelistrikan ini semakin jelas dan terjamin. Hal ini menjadi langkah penting dalam upaya PLN untuk memastikan kelancaran operasional dan pengelolaan infrastruktur kelistrikan yang vital.
Dony Cahya Hari Mulya, Manager PLN UPP Kalbagbar 2, menjelaskan bahwa sertifikasi ini tidak hanya memberikan kepastian hukum bagi PLN, tetapi juga memitigasi risiko sengketa atas lahan yang digunakan untuk pembangunan SUTT. “Tanpa dokumen sertifikat yang sah, risiko sengketa lahan bisa sangat tinggi. Sertifikat ini menjamin kepemilikan tanah yang digunakan oleh PLN, sehingga meminimalisasi potensi klaim dari masyarakat, individu, maupun instansi lain,” kata Dony.
“Sinergi antara PLN dan BPN memungkinkan kami untuk mempercepat pembangunan infrastruktur kelistrikan, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat dengan menyediakan akses listrik yang merata dan berkualitas,” terang Johar.
Proses sertifikasi ini melibatkan kerjasama erat antara PLN dan Kementerian ATR/BPN melalui beberapa Kantor Pertanahan. Lewat mekanisme yang telah terjalin dengan baik, sertifikasi tanah untuk pembangunan jaringan transmisi dapat diselesaikan dengan cepat dan efektif. Antonius, Kepala Kantah Kabupaten Ketapang, menyampaikan bahwa upaya ini mendukung percepatan legalisasi aset infrastruktur strategis di Indonesia, yang pada gilirannya akan memberikan kepastian hukum bagi PLN dan masyarakat.
Langkah ini semakin memperkuat pengamanan aset negara dan mendukung pembangunan infrastruktur kelistrikan yang berkelanjutan di Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Dengan adanya sertifikat yang sah, PLN dapat lebih fokus pada operasionalisasi dan pengelolaan infrastruktur ketenagalistrikan tanpa adanya potensi gangguan hukum terkait masalah kepemilikan tanah. Ke depan, kolaborasi ini diharapkan menjadi model yang dapat diterapkan di daerah-daerah lain, serta mempercepat pembangunan infrastruktur vital di Indonesia. (*ADV)