Sonora.ID — Lestari Forum bertajuk Sustainable Ecosystems Start with SME–Corporate Collaboration telah berlangsung pada 8 Mei 2025 di Studio 2 Menara Kompas, Jakarta Pusat. Forum ini menjadi platform dialog lintas sektor yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan ekosistem berkelanjutan di Indonesia melalui kolaborasi antara UKM dan korporasi besar.
Pada Lestari Forum kedua ini, para narasumber membahas beberapa hal utama: pemetaan kemitraan di ekosistem investasi berkelanjutan, pengalaman investasi berdampak jangka panjang, serta strategi memenangkan Lestari Awards, sebuah ajang apresiasi untuk inisiatif bisnis berkelanjutan.
Sustainable Finance Advisor WWF-Indonesia Rizkia Sari Yudawinata menjelaskan dalam bahwa dekarbonisasi UKM masih terhambat masalah finansial dan struktural, seperti keterbatasan keahlian, akses pendanaan, dan ketergantungan pada pembeli utama. Meski penyedia solusi energi terbarukan (RE ESCO) mulai tumbuh, solusi efisiensi energi (EE ESCO) masih terganjal biaya audit tinggi, minimnya pelaku, dan belum adanya model bisnis yang layak dibiayai.
Tingginya persyaratan agunan dan insentif yang kurang menarik juga membatasi akses UKM ke pembiayaan hijau. Bank internasional telah menggunakan skema jaminan, dana DFI, dan model leasing ESCO untuk mendukung UKM, strategi serupa perlu diadopsi bank lokal agar pembiayaan hijau lebih inklusif dan berdampak.
Baca Juga: TVR DAYS : Parlemen Apresiasi Insan Media, Salah Satunya Kompas Grup
Sementara itu, Director of ANGIN Advisory Saskia Tjokro, menjelaskan bahwa agar tidak tertinggal, korporasi juga harus menggandeng UKM. "Dengan cara inkubasi, akselerasi pelatihan dari ESG dan praktik berkelanjutan, kemitraan dalam rantai pasok berkelanjutan, dan juga dukungan akses pasar," urainya.
Tak hanya itu, ia juga memaparkan bahwa dalam lima tahun terakhir (2019–2024), jumlah dana investasi berdampak meningkat, tapi jumlah transaksinya justru sedikit menurun. Ini menunjukkan tren investor lebih memilih investasi besar dalam jumlah yang lebih sedikit. Di sisi lain, investor kecil justru makin aktif, terlihat dari peningkatan jumlah transaksi dan volume investasi.
Dalam konteks Indonesia, jumlah calon investor berdampak yang tertarik ke Indonesia terus meningkat, walau lebih banyak dari luar negeri. Namun, ini tetap menunjukkan bahwa investasi berdampak masih punya peluang yang besar.
Regional Program Implementation Manager GRI ASEAN Network Lany Harijanti membagikan pengalaman dan tantangan mendampingi UKM menuju kesiapan ESG, termasuk pendekatan ESG reporting untuk mengukur dampak dan kontribusi kemitraan jangka panjang. Ia merekomendasikan panduan pengungkapan ESG yang disederhanakan ASEAN untuk UKM dalam rantai pasok oleh ACMF.
Namun, banyak UKM di ASEAN, termasuk Indonesia, belum menjadikan keberlanjutan sebagai prioritas dan mengakui belum pernah menjalankan inisiatif keberlanjutan. Hanya sebagian kecil UKM yang rutin memantau dampak usahanya pada aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.