Makassar, Sonora.ID - Literasi keuangan masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan disebut menyumbang angka kasus penipuan berkedok investasi bodong.
Hal itu disampaikan Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Regional 6 Sulampua, Patahuddin dalam webinar Waspada Investasi yang digelar Smartfm Makassar, baru-baru ini.
Patahuddin menyebut, tingkat literasi keuangan di Sulsel berdasarkan data 2019, hanya 32,46 persen. Angka ini masih berada di bawah rata-rata nasional sebesar 38,03 persen.
"Inilah yang dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab karena literasi keuangan masyarakat rendah,"ujar Patahuddin.
Baca Juga: Hubungan Pasar Investasi dan Pemilihan Presiden, Ryan Filbert Jelaskan Pengaruhnya
Menurut Patahuddin, maraknya praktek bisnis berkedok investasi bodong tak hanya merugikan masyarakat.
Tapi juga berdampak negatif terhadap produk investasi yang telah mendapatkan legalitas perizinan dari masing-masing pengawas atau regulatornya.
Olehnya itu, pihaknya bersama Satgas aspada investasi berkomitmen untuk senantiasa terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait praktek perhimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi oleh pihak yang tidak memiliki izin atau menyalahgunakan izin.
"Inilah yang mendorong kami untuk mencari pokok permasalahan serta alternatif solusi agar dapat mengurangi terulangnya kerugian kepada masyarakat," terangnya.
Baca Juga: Ingin Investasi Saham sejak Dini? Pahami 3 Langkah Berikut Ini!
Hal senada disampaikan Deputi Direktur Managemen Strategis Edukasi dan Perlindungan Konsumen serta Kemitraan Pemerintah Daerah OJK Regional 6 Sulampua Bondan Kusuma.
Menurutnya, para oknum tak bertanggung jawab menggunakan berbagai cara untuk menjerat korbannya.
Pinjol ilegal misalnya, kerap memanfaatkan situasi masyarakat yang terjepit ekonomi. Khususnya para ibu rumah tangga.
"Banyak masyarakat yang terjerat pinjol ilegal. Data pribadi disalahgunakan. Tugas OJK meminta masyarakat mengedukasi karena lebih murah daripada sudah menjadi korban," ujar Bondan.
Sedangkan korban investasi ilegal, kata Bondan, didominasi kalangan milenial. Sebab, keinginan kalangan ini dalam berinvestasi sangat tinggi.
"Hingga Juni 2021, kami sudah menutup sebanyak 3.365 fintech landing ilegal dan 1096 entitas yang menawarkan investasi ilegal yang telah tercatat di dalam investor portal," sebutnya.
Namun penindakan terhadap oknum ini, kata Bondan, tidak bisa dilakukan OJK sendirian. Olehnya, pihaknya bersama 13 Kementerian dan Lembaga membentuk Satgas Waspada Investasi.
Di dalam satgas ini meliputi diantaranya Kejaksaan, Kepolisian, Bank Indonesia, Perdagangan dan Kominfo.
Baca Juga: Saking Mudahnya, Investasi Saham Kerap Dinilai Tak Aman? Cek Faktanya!
"Karena modus yang ditawarkan oleh oknum ini kadang menggunakan lembaga di luar pengawasan OJK. Jadi adanya Satgas bisa menpecepat penyelesaikan kasus. Sehingga masyarakat yang menjadi korban semakin berkurang," terangnya.
Koordinator Bidang Penindakan Pelanggaran Transaksi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), Sigit Nugroho mengungkapkan, paling umum dari investasi bodong ini adalah memberikan penawaran investasi, namun calon investor juga diminta untuk mencari anggota baru dengan sistem member get member.
Adapun, Bappebti Kementerian Perdagangan telah memblokir 954 domain situs web entitas di bidang perdagangan berjangka komoditi atau PBK yang tidak memiliki perizinan sejak Januari 2021 lalu. Sementara, catatan Bappebti memperlihatkan pemblokiran terbanyak terjadi pada Agustus 2021 mencapai 249 situs.
Sementara, Kepala Seksi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum dan Tindak Pidana Umun Lainnya Kejati Sulsel Muhammad Fahrul mengakui, kegiatan perhimpunan dana masyarakat sudah ada sejak dulu.
Seiring berkembang zaman, kemajuan teknologi informasi semakin meningkat pula trend kejahatan dengan modus dan sistem sedemikian rupa.
"Tentu ini menuntut aparat penegak hukum perlu untuk segera menyesuaikan peran dan tanggung jawab dalam melakukan penindakan," imbuh Fahrul.
Baca Juga: Bahlil Lahadalia: Investasi tak lagi berfokus di Pulau Jawa