Sonora.ID - Inilah kisah desa Legetang di Dieng yang sempat FYP di TiKTok. Desa yang disebut-sebut penuh dengan kemasiatan sampai diazab lenyap dalam satu malam saja.
Tak bisa dipungkiri kalau keindahan dataran tinggi Dieng membuat banyak orang terpesona.
Keindahan alam yang begitu menakjubkan membuat banyak orang selalu ingin balik lagi ke tempat ini.
Namun siapa sangka di balik keindahannya ini, Dieng memiliki potensi yang cukup berbahaya, terlebih mereka yang tinggal di wilayah tersebut.
Ya, selain bahaya letusan gunung api, saat musim hujan tiba peristiwa tanah longsor menjadi ancaman bagi warga sekitar.
Bahkan, konon tanah longsor yang amat luar biasa pernah terjadi di tahun 90-an, sampai ceritanya melegenda hingga saat ini.
Longsor besar pernah terjadi di Desa Legetang, sebuah kawasan wisata yang memiliki sebuah tugu.
Baca Juga: Inilah Legenda Asal Usul Terjadinya Gempa Bumi, Pernah Dengar?
Tugu itu bahkan kini menjadi monumen peringatan atas peristiwa longsor yang pernah menimpa penduduk Desa Legetang.
Longsor ini sendiri disebutkan terjadi pada 17 April 1955 dan membuat 332 penduduk asli serta 19 orang dari desa lainnya meninggal dunia di tempat.
Legetang Lenyap dalam Satu Malam
Dikutip kompasiana, pada 17 April 1955 malam itu terjadi hujan yang sangat lebat.
Hujan yang benar-benar lebat itu terjadi di sebuah dukuh kecil di daerah Batur, Dieng.
Tiba-tiba terdengar sebuah gemuruh seperti benda besar yang jatuh hingga terdengar ke desa-desa tetangganya.
Namun saat itu tidak ada satu pun warga yang berani keluar karena suasana benar-benar gelap dan jalanan licin.
Saat pagi hari tiba, penduduk yang tinggal di sekitar Dusun Legetang baru keluar dari rumah.
Mereka begitu terkejut setelah melihat puncak gunung Pengamun-Amun yang tak jauh dari sana justru sudah terbelah.
Mereka semakin dibuat kaget dengan kondisi Dusun Legetang yang justru tertimbun tanah, bahkan menjadi sebuah bukit.
Ya, Legetang rata dengan tanah, Gunung gagah itu rompal menjatuhi dan mengubur 351 manusia di dalamnya.
Baca Juga: Legenda Basket Bill Russel Wafat, Begini Respon Obama
Desa maksiat yang kena azab
Legetang, merupakan legenda desa maksiat yang hilang diazab.
Begitulah cerita yang menyebar di masyarakat sekitar sampai saat ini.
Berdasarkan cerita, masyarakat di Desa Legetang suka berjudi, bahkan kerap lenggeran sampai malam hari.
Paling parahnya, disebutkan jika penduduk di sana keblinger berhubungan badan dengan sesama jenis.
Masyarakat Legetang sebagian besar merupakan petani, mereka bercocok tanam di kebun seiring dengan suburnya kawasan Lembang Dieng.
Seperti kebanyakan masyarakat agraris di Indonesia, kepercayaan antara manusia dan alam menjadi satu ikatan penting yang tak boleh dilupakan.
Hubungan antara petani dan alam terbentuk dalam sebuah produk kebudayaan, salah satunya tarian.
Legetang yang dikenal sebagai desa makmur dan subuh melestarikan ronggeng atau lengger.
Tarian lengger ini tidak dapat dipisahkan dari keyakinan kalau
Lengger adalah bentuk rasa syukur terhadap hasil panen sekaligus penghormatan kepada Dewi Sri.
Baca Juga: Kisah Legenda Putri Lintah Raksasa di Desa Semana, Badung
Para pria menari tayub, mengiringi seorang lengger yang menari dan nembang dengan amat sensual.
Gerakan tariannya terbilang berbau erotis dan jauh dari kesan kelemahlembutan seperti tarian Jawa wetanan.
Konon, gerakan dari tarian ini dipercaya mempengaruhi kekuatan dan kesuburan.
Desa Legetang saat ini
Desa ini kini sudah hilang, namun ada sebuah tugu dan prasasti peringatan yang konon tempat tugu ini adalah lokasi hilangnya Desa Legetang.
Kini, lokasi hilangnya desa itu diubah menjadi Dusun Kepakisan.