Cerita Horor: Tanding Bulu Tangkis dengan Atlet Pucat dari Desa Misterius

17 September 2022 20:54 WIB
Gedung Olahraga yang terbengkalai
Gedung Olahraga yang terbengkalai ( YouTube SISI ALAM JIWA)

Sonora.ID - Berikut ini cerita horor tentang Tanding Bulu Tangkis dengan Atlet Pucat dari Desa Misterius yang bisa membuat bulu kuduk merinding.

Kamu yang penakut dan sedang sendirian sebaiknya tidak melanjutkan untuk membaca cerita ini.

Karena bisa saja cerita ini membuat kamu memiliki trauma tersendiri terhadap hal-hal mistis.

Langsung saja kita mulai dengan sebuah sebuah cerita mistis yang dibagikan di media sosial Twitter @vicky_zulf dengan judul 'Atlet Atlet Pucat'

Langsung saja kita masuk ke cerita!

Seleksi tim Provinsi untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) akan dimulai satu bulan lagi. 

Tak aneh kalau tim bulu tangkisnya sang penulis sedang merekrut siswi dari berbagai Sekolah Menengah Atas atau sederajat.

Disebutkan kalau tim bulu tangkis beranggotakan enam orang, dua orang sebagai pemain tunggal putri, dan 4 orang sebagai pemain ganda putri.

Aku dengan Namira bermain sebagai ganda putri, ganda putri lainnya Siska dengan Veni, serta Laura dan Intan masing-masing tunggal putri.

Tim kami baru terbentuk sekitar dua minggu lalu, sehingga sangat wajar kalau tidak adanya persiapan yang matang.

Baca Juga: Cerita Horor Si Manis Jembatan Ancol, Kemunculannya Tanda Malapetaka

Kami belum banyak melakukan latihan melawan tim lain. Oleh karena itu, pelatih sangat gencar mencari lawan untuk tim kami berlatih, dari manapun lawan itu ia selalu terima.

Sampai seminggu yang lalu, kami mendapat secarik undangan tanpa kop dan tanpa amplop yang diketik menggunakan mesin tik.

Pada surat itu, tercantum nama pihak penyelenggara yaitu tim bulutangkis desa berikut nomor kontak panitianya.

Pak Beni, pelatih kami menerima undangan tersebut di meja kantornya.

Perlu diketahui Pak Beni bertugas di Kementerian Pemuda dan Olahraga Kabupaten.

Langsung saja ia menanyakan kepada rekan-rekannya perihal pengirim undangan tersebut, namun tak satupun rekannya bahkan staf maupun tidak mengetahuinya pengirim tersebut.

Karena Pak Beni sangat antusias dengan latihan ini, maka undangan tersebut ia terima dan diberitahukan kepada tim ketika sesi latihan di lapangan indoor gedung Kemenpora Kabupaten.

“Minggu depan, kita akan bertanding di Desa Minton, tak terlalu jauh dari sini. Sekitar satu jam perjalanan."

"Bapak mendapat info ini dari panitia, mereka akan mendampingi kita menuju gedung olahraga di desa tersebut."

"Mereka bilang, desa tersebut dinamakan Minton karena warganya sangat gemar bermain badminton atau bulutangkis, seperti kita ini."

"Mudah-mudahan kalian mendapat lawan sepadan disana. Dan yang terpenting, hadiahnya sepuluh juta!,” ujar Pak Beni dengan bahagianya.

Sontak anak-anak pun langsung mengiyakan dengan nada kompak dan bahagia.

“Wahhh... Baik Pak.” jawab kami serempak.

Baca Juga: Cerita Horor: Kisah Ojol yang Dapat Orderan Fiktif dari Hantu Cici Cantik Bercelana Hotpants

Gedung olahraga yang tua

Singkat cerita, hari keberangkatan tiba, kami berangkat dari kantor Kemenpora kabupaten pukul 1 siang menggunakan sebuah mobil Luxio milik Pak Beni, yang juga dia kendarai.

Kami tiba di pertigaan jalan menuju Desa Minton, di sana sudah ada seorang lelaki dengan menuntun sepeda ontel tampak menunggu kami di bawah pohon rambutan.

Namanya lelaki itu adalah Amon yang mengaku panitia dan akan mendampingi kami menuju gedung olahraga.

Digambarkan Amon bertubuh ideal, tinggi, berkumis tebal dan memiliki rahang besar, mengingatkanku pada sosok Freddy Mercury.

Sepertinya dia mantan atlet badminton, dilihat dari tangan kanannya yang lebih panjang dibanding tangan kirinya.

Mobil berjalan mengikutinya menggowes sepeda ontel dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Kami menyusuri jalanan beraspal yang sudah memudar namun masih bagus.

Perjalanan menyusuri desa yang asri, penuh pepohonan seperti di bukit, namun tak ada jalanan curam.

Tibalah kami sampai di depan gedung olahraga desa, gedung ini nampak sangat tua seperti sudah lama tak dirawat.

Terdapat satu pintu kayu yang sudah lapuk yang kehilangan pasangannya di sebelah kirinya. Dindingnya banyak bekas pilok, berlumut di sana-sini.

Tempat parkirnyapun hanya sebidang tanah yang ditumbuhi semak belukar, ilalang, dan tanaman liar, bahkan mobil kami hampir tak bisa parkir.

Suasana nampak sepi, hanya mobil kami yang terparkir gagah, tidak nampak sepeda motor maupun mobil lain, seperti tak ada tanda kehadiran seorang pun di sana.

Baca Juga: Cerita Horor: Teror Hantu Reni yang Gentayangan di Belakang Jok Mobil

Atlet berwajah pucat

Setelah sampai Amon meminta kami segera masuk untuk bersiap-siap dan melakukan pemanasan.

Saat masuk ruangan itu sudah disesaki penonton. Nyaris tak ada tempat kosong.

Mereka tampak berbincang-bincang, berbagai kalangan usia nampak semua disini.

Aneh, di sini sangat ramai dan nyaring, namun tak terdengar suara apapun dari luar.

Di dalam gedung, sama seperti gedung olahraga pada umumnya, terdapat lapangan badminton beserta netnya, garis-garis di lapangan juga yang sudah memudar.

Dindingnya pun tak beda dari dinding yang ada di luar, penuh berbagai coretan pilok, berlumut di sana-sini, tembok sudah banyak retak, catnya mengelupas dan semennya ambrol.

Lapangannya pun seperti tak dirawat, banyak dedaunan kering yang masuk dari pohon jati besar di luar.

Saking semangatnya, kami tak peduli dengan keadaan gedung seperti ini karena antusias penonton sangat positif, begitu juga pelatih kami yang sedari memasuki gedung ini memancarkan senyum terbaiknya.

Ia sangat bersemangat melebihi semangat yang kami miliki.

Ketika kami sedang berlatih, tim lawan baru datang. Jumlahnya sama dengan kami.

Mereka akan melawan kami dengan sesi yang berbeda. Keenam siswi tersebut terlihat berwajah pucat, lima orang dengan rambut panjang sebahu, dan satu orang berambut pendek seperti laki-laki.

Mereka menggunakan seragam yang nampak kuno, berkerah, model lama seperti yang digunakan Susi Susanti di Olimpiade Barcelona 1992.

Mulanya kami cukup heran namun jadi tak peduli karena hanya fokus pemanasan.

Sebelum pertandingan, Amon memberitahu kami jika ada penonton yang berteriak atau tertawa sangat kencang tak perlu dihiraukan. Aku sempat berpikir, kenapa dia berkata begitu.

Baca Juga: Merinding! Ini Kisah Driver Gojek Hantu di Tembalang, Anak Indigo Sebut Itu Tugas Terakhirnya

Lawan mendadak loyo

Setelah cukup berlatih, maka dimulailah sesi pertama.

Siska dan Veni diminta pelatih untuk bermain di sesi pertama, mereka menang dengan mudah.

Sesi kedua, giliran aku dan Namira. Berhadapan dengan lawan yang berpostur cukup sebanding dengan kami, sekitar 173 cm.

Set pertama, mereka bertempo sangat cepat, shuttle cock yang mereka umpan kepada kami hampir semua menggunakan teknik smash yang sangat kencang, selain itu benar saja kata panitia tadi, ada seorang penonton yang tiba-tiba berteriak sangat kencang.

Namun ada cekikikan seorang wanita yang tak begitu kencang, tapi cukup mengganggu permainan sehingga kami tampil main berantakan.

Kami kewalahan dan kalah pada set pertama dengan skor 8-21.

Set kedua hingga ketiga mereka nampak sangat lesu, hampir tak ada serangan, gerakan backhand yang kami berikanpun tak ditanggapi mereka dengan baik. Tempo permainan sangat lambat dan kami menang begitu mudah dengan skor 21-2 dan 21-0.

“Mereka kenapa ya, Ra? Pucat sekali tampaknya, apa mereka kelelahan dengan permainan di set pertama tadi?” tanyaku pada Namira sembari meletakkan botol air mineral yang baru saja kuminum.

Dari sitni, Namira mulai menampakkan keresahannya.

“Mungkin. Tapi sikap mereka juga aneh. Jujur, aku agak takut.” jawab Namira yang sedikit resah.

Hadiah yang tak lazim

Menjelang sesi ketiga yang akan dimainkan Laura, Amon menghampiri kami dan berkata pertandingan telah usai, kami yang menjadi juaranya.

Penonton sangat riuh, kacau, banyak yang berteriak dan menghentak-hentakkan kaki.

Tak lama Amon buru-buru membawa kami ke luar gedung, kemudian suara-suara itu tak lagi terdengar. Senyap. Hanya desiran angin menerpa ilalang yang terdengar.

Baca Juga: 3 Kampung Gaib di Indonesia, Salah Satu Kisahnya Bisa Mengubah Kunyit Menjadi Emas

Amon meminta satu tas perlengkapan yang kami bawa untuk dikosongkan agar uang hadiah bisa dimasukkan.

Ia meminta maaf, mengaku tak menyediakan tas ataupun rekening untuk memberikan hadiah.

Ia kembali masuk ke dalam gedung, lalu keluar dengan tas yang nampak sudah berisi.

“Ini rekan-rekan, hadiahnya. Tapi mohon maaf, jangan dibuka disini. Nanti saja kalau rekan-rekan sudah tiba di kantor.” Ia menyodorkan tas itu dengan tergesa kepada Pak Beni. Pak Beni begitu riang, ia berterimakasih.

Lalu kami pun kembali memasuki mobil dan meninggalkan gedung tanpa didampingi Amon.

Suasana pulang agak berbeda karena di mobil, kami juga berbincang bahwa kejadian di gedung tadi agak tidak wajar.

Hari sudah mulai petang, jalanan yang kami susuri sedikit berbeda dari tadi siang.

Jalanan yang cukup luas kini serasa menjadi sempit, seperti jalan setapak.

Semak-semak menjulang dan ranting-ranting pohon menabraki bagian luar mobil.

Kami berteriak ketakutan, Pak Beni menyetir dengan gelisah untuk tetap berusaha keluar dari jalan tersebut.

Hampir sekitar 15 menit kami menyusuri jalan tersebut, sampai akhirnya tiba di pinggir jalan utama.

Ternyata jalan yang kami susuri sangat sempit, sangat mustahil untuk dilewati sebuah mobil.

Beberapa saat kami terdiam, sangat terkejut. Padahal kami mengambil rute yang sama dengan tadi siang.

“Coba cek tasnya!” perintah Pak Beni.

Tak ada satupun yang menanggapi, kawan-kawanku hanya menatap tas itu dengan ketakutan.

Kuberanikan diriku sendiri untuk membukanya, dan betapa terkejutnya kami, tas itu berisi daun-daun jati kering seperti yang tadi berserakan di lapangan.

Cek cerita seru lainnya dari akun Twitter @vicky_zulf di bawah ini.

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm