Apalagi pada proses pengembangannya, di area tersebut akan dibangun industri-industri lain berbasis nikel.
JK mempersilakan semua pihak untuk masuk dan turun membangun pabrik.
“Diharapkan nanti di sini akan timbul industri berbasis nickel, kita sistemnya terbuka kepada semua orang. Berbeda halnya dengan Vale hanya lingkungan di situ saja, kita ingin lebih terbuka kepada semua Masyarakat," bebernya.
JK juga memastikan, pembebasan lahan pembangunan pabrik tidak melakukan penggusuran kepada penduduk setempat.
Pihaknya telah melakukan pembelian tanah masyarakat yang akan dibangun pabrik sejak 2016.
Baca Juga: Sasar Industri Smelter di Indonesia, Pertamina Kini Jual Produk Sulfur
Meski demikian, JK mengakui masih ada demo dari beberapa pihak dalam hal ini kelompok Aliansi Masyarakat Adat (AMAN).
“Ada demo seperti dari AMAN, itu lahan sudah dibeli pada tahun 2016, atau 7 tahun yang lalu, semua itu dibeli yang dari pemiliknya, dan yang demo itu ditanya mana surat-suratnya tidak ada. Kita beda dengan daerah lain yang rakyatnya digusur, kami beli,” tegasnya..
Smelter Nikel milik Kalla Group dijadwalkan rampung dan mulai beroperasi memproduksi feronikel pada November 2023 mendatang.
Kapasitas produksinya mencapai 33.000 ton nikel per tahun.
Diperkirakan pembangunan pabrik ini akan selesai pada Juli 2024 dengan kapasitas produksi sebesar 31.400 ton nikel per tahun dengan menelan investasi sebesar Rp3,2 triliun.
Baca Juga: Bupati Launching Enam Proyek Perubahan Pelatihan Kepemimpianan Tingkat II