Ini Tanggapan Ketua KPU Sumsel Soal Wacana Mempercepat Pilkada November ke September 2024

31 Agustus 2023 12:11 WIB
Ini Tanggapan Ketua KPU Sumsel Soal Wacana Mempercepat Pilkada November ke September 2024
Ini Tanggapan Ketua KPU Sumsel Soal Wacana Mempercepat Pilkada November ke September 2024 ( Sonora.ID)

Palembang, Sonora.ID – Menanggapi wacana mempercepat pilkada serentak yang seharusnya digelar November 2024 menjadi September 2024, Ketua KPU Sumsel, Amrah Muslimin kepada sonora (30/08/2023) mengatakan bahwa ada beberapa pertimbangan usulan tersebut.

Pertama kalau di bulan November akan banyak hal-hal yang harus diperhatikan KPU terutama bagi calon DPR, DPRD, DPD yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah, mereka dilantik 1 oktober tapi status mereka ketika mencalonkan diri sebagai calon terpilih bukan sebagai anggota DPR.

Hal itu menjadi wilayah abu-abu dan jadi persoalan. Ketika dia mendaftar berstatus sebagai calon legislative tapi menjelang hari H jadi anggota legislative dan status yang tidak memenuhi syarat harus mengundurkan diri.

Hal itu menjadi salah satu pertimbangan dimajukan.

“Mempercepat pilkada pertimbangannya dari beberapa pihak, KPU sebagai penyelenggara pemilu tidak bisa terlalu aktif menilai. Pertimbangannya bukan soal teknis pemilu,” ujarnya.

Pertimbangan kedua adalah pertimbangan politik, November adalah satu bulan presiden setelah dilantik 20 oktober 2023, sebulan kemudian pilkada serentak sementara ruang 20 oktober ke 27 november presiden fokus menyusun cabinet, mengganti pejabat-pejabat strategis.

Hal itu jadi pertimbangan pemerintah karena bila pilkada tetap November akan mengganggu konsentrasi presiden terpilih dalam melaksanakan tugas-tugasnya sementara pejabat yang dilantik begitu dilantik dihadapkan peristiwa politik yang merupakan tantangan berat.

Pertimbangan ketiga di bulan November jadi pertarungan kedua bagi parpol yang juga ketat.

Baca Juga: Qubu Resort Hadirkan Promo Menarik di Wedding Expo, Salah Satunya Rooftop - Q”

Bagaimana suasana kebutuhan presiden terpilih pada saat berusaha merangkul parpol untuk menjaga stabilitas kepemimpinan nasional harus dihadapkan peristiwa politik, mau tidak mau ada konsentrasi lebih.

Banyak pertimbangan-pertimbangan politik, pemerintah melihat harus diperhatikan bila tidak pilkada jadi sumber letupan presiden dan cabinet pertama.

Apabila pilkada dimajukan semua jadi soft, bupati, walikota, gubernur terpilih, 1 oktober presiden dilantik setelah dilantik akan lebih leluasa memilih cabinet dan di 2025 akan melantik kepala daerah terpilih.

“Ini bukan soal politis partai apa. Secara prinsip KPU tidak ada persoalan kalaupun dipercepat. Semua pemerintah kabupaten dan propinsi sudah menyepakati anggaran. Bila dipercepat maka perangkat hukum PKPU juga harus dipersiapkan secepatnya,” ujarnya.

Terkait Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan kuota caleg perempuan sementara KPU sudah menetapkan daftar calon, Amrah menilai keputusan itu sangat mempengaruhi.

Undang-undang no. 7 tahun 2017 tersurat bahwa parpol setiap dapil harus memenuhi minimal 30% perempuan dari jumlah caleg yang diusulkan.

Kalau calegnya 9 maka harus ada 3 caleg perempuan. Titik mula permasalahan adalah persepsi KPU RI terhadap mengartikan tata cara aturan matematika terhadap pembulatan. KPU RI memahami pembulatan dua angka dibelakang koma, jadi bila 1,3 dibulatkan jadi 1.

Pembulatan kebawah menurut penggugat di MA melanggar di pasal pembulatan kebawah, mengakibatkan caleg perempuan di dalam dapil juga tidak memenuhi syarat jumlahnya.

Pembulatan harusnya keatas supaya tidak ada setiap dapil kurang dari 30 %. Fakta sekarang banyak disetiap dapil tidak memenuhi angka 30 % ada yang 26 koma, 28 koma karena pembulatan kebawah.

“Dampaknya luar biasa, missal disalah satu kabupaten ada parpol yang mengusung hanya satu calon di dapil dan laki-laki, syarat minimal 30% perempuan wajib menambahkan satu caleg atau mengganti caleg yang ada dengan perempuan. Parpol di 2024 terutama partai-partai baru sulit mencari calon legislatifnya. Ini jadi persoalan, teman-teman di legislative pembuat PKPU harus memahami suasana daerah, tidak bisa disamakan dengan persoalan di pusat. Harus betul-betul sinkron peraturan diatas mulai dari pancasila, UUD 45, Tap MPR, dibawahnya harus menyesuaikan diatasnya menjadi dasar membuat aturan,” ujarnya.

Terkait pindah memilih saat hari pencoblosan, Amrah menjelaskan bahwa pemilih harus menemui PPS dimana ia berasal dan akan diberi formulir A5 dan melapor ke PPS dimana ia akan memilih namun tidak boleh mendadak di hari H karena keterbatasan surat suara dan akan sangat mengganggu saat pemilihan, itu dilarang.

Tiga puluh hari jelang hari H, masyarakat yang akan pindah memilih harus segera melapor ke penyelenggara pemilu ditempatnya berasal dan tempat dia akan pindah.

Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.

Baca Juga: Mengenal Lebih Dalam HIMPSI dan Apa Saja Kegiatannya

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
92.0 fm
98.0 fm
90.4 fm
102.6 fm
93.3 fm
97.4 fm
98.9 fm
101.1 fm
96.0 fm
96.7 fm
99.8 fm
98.9 fm
98.8 fm
90.8 fm
97.5 fm
91.3 fm
94.4 fm
91.8 fm
102.1 fm
98.8 fm
95.9 fm
88.9 fm
101.8 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.8 fm
101.1 Mhz Fm
101.2 fm
101.8 fm
102.1 fm