Sonora.ID - Setelah sebulan penuh menjalani ibadah puasa dengan segala tantangan dan cobaan, umat Islam kini memasuki masa kemenangan yang begitu dinantikan, yakni hari Raya Idul Fitri.
Hari Raya Idul Fitri tidak hanya menjadi momen untuk berkumpul bersama keluarga, tetapi juga saat yang penuh dengan kebahagiaan atas kemenangan spiritual dan fisik yang berhasil diraih.
Di balik kegembiraan tersebut, ada nilai-nilai yang harus dijaga dan diteruskan, terutama dalam mempertahankan semangat ketakwaan dan kebajikan yang telah dibangun selama Ramadan.
Khutbah Jumat bertema Merayakan dan Mempertahankan Kemenangan Usai Ramadan pun hadir untuk memberikan penguatan bagi umat Muslim agar tidak hanya merayakan kemenangan secara lahiriah, tetapi juga menjaganya dalam kehidupan sehari-hari.
Khutbah ini memberi wawasan kepada umat Islam agar dapat terus menjaga dan menghidupkan nilai-nilai ibadah yang telah terbangun selama bulan suci.
Dari bagaimana merayakan kemenangan dengan penuh rasa syukur, hingga cara menjaga semangat Ramadan dalam kehidupan pasca-Ramadan.
Berikut ini pun kami sajikan contoh teks khutbah Jumat 28 Maret 2025 berjudul Merayakan dan Mempertahankan Kemenangan, dikutip dari laman Kemenag RI.
Baca Juga: Link PDF Teks Khutbah Jumat 14 Maret 2025: Hikmah Turunnya Al-Quran
Contoh Teks Khutbah Jumat 28 Maret 2025
Merayakan dan Mempertahankan Kemenangan
Hadirin kaum muslimin Jemaah salat Jum’at yang dimuliakan Allah Swt,
Idulfitri merupakan hari kemenangan kaum muslimin yang telah menyelesaikan satu bulan penuh ibadah puasa bulan Ramadan.
Dalam waktu sebulan penuh tersebut, kaum muslimin telah berhasil menahan lapar, haus, dan dahaga, serta mengendalikan pancaindra dan hatinya sebagai bentuk ketaatan akan perintah Allah Swt.
Kaum muslimin bahkan menyempurnakan ibadah puasa tersebut dengan menunaikan zakat fitrah, dengan asumsi untuk menyempurnakan ibadah puasa.
Jika di dalam ibadah puasa tersebut terkandung dosadosa kecil dan kemaksiatan yang menjadi terhalangnya penerimaan puasa oleh Allah Swt, maka atas keberhasilan tersebut, bergembiralah dan rayakanlah karena hal tersebut layak untuk dirayakan, sebagaimana tersebut dalam firman Allah Swt:
“Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S. Yunus: 58).
Dalam merayakan kegembiraan dan kemenangan tersebut, Allah Swt masih memberikan petunjuk kepada kaum muslimin dengan cara mengagungkan asma Allah (bertakbir), yang kemudian dipraktikkan oleh kaum muslimin dalam bentuk takbir pada malam Hari Raya Idulfitri hingga pagi hari menjelang salat Id.
Pengungkapan kegembiraan dengan bertakbir tersebut merupakan kekhasan dari ajaran agama Islam, yang tidak meluapkan kegembiraannya dengan foya-foya atau mengumbar hawa nafsu, melainkan dengan mengingat Allah dan mensyukurinya.
Mengenai keadaan ini, Allah Swt berfirman:
“Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya agar kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Baqarah: 185).
Hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah Swt,
Kebahagiaan dan kemenangan kaum muslimin di dalam menjalankan ibadah puasa, sebenarnya bukan hanya pada malam dan hari Idulfitrinya, akan tetapi kemenangan itu telah dirasakan oleh kaum muslimin setiap kali mereka berbuka puasa.
Pada saat berbuka itulah muncul perasaan puas dan bahagia telah menyelesaikan satu hari berpuasa, dan nikmatnya puasa menjadi terasa dengan berbuka.
Oleh sebab itu, Rasulullah saw menegaskan dalam hadisnya:
"Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan, kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhan-Nya." (H.R. Bukhari dan Muslim).
Melalui hadis ini, ditegaskan bahwa kebahagiaan orang yang berpuasa bukan hanya pada saat berbuka dan malam Idulfitri, akan tetapi kebahagiaan yang hakikinya adalah pada saat berjumpa dengan Allah Swt.
Hal ini salah satu sebabnya antara lain, karena ibadah puasa merupakan ibadah yang bersifat khusus dan privat, sehingga Allah tidak menentukan berapa pahalanya sebagaimana salat dan zakat, melainkan Allah sendirinya yang akan membalasnya secara khusus, sebagaimana disebut oleh Allah Swt dalam hadis qudsi-Nya:
“Semua amalan anak Adam ditingkatkan menjadi sepuluh kali hingga tujuh puluh kali. Allah berfirman: Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya.” (H.R. Muslim).
Sebenarnya secara riil, kemenangan orang yang berpuasa bukan hanya pada saat berbuka atau selesai Ramadan, akan tetapi mereka yang sudah biasa berpuasa akan merasakan nikmatnya berpuasa sebagai salah satu ritual yang mendalamkan spiritualitas manusia dan secara fisik juga menyehatkan fisiknya.
Dengan menjalankan ibadah puasa, hati orang yang berpuasa berbahagia dengan pelaksanaan ketaatan tersebut, kemudian menimbulkan rasa syukur yang mendalam kepada Allah, karena di dalam pengamalan tersebut ada tambahan petunjuk (hidayah dan taufik) dari Allah Swt.
Secara fisik, puasa yang kita lakukan juga telah memberikan efek yang luar biasa pada kesehatan badan kita dalam bentuk proses detoksifikasi dan peremajaan sel dalam tubuh kita, sehingga orang yang biasa berpuasa tampak lebih muda dari umurnya.
Puasa juga telah memberikan kemampuan terbaik manusia dalam mengontrol kebutuhan fisik dan emosi sehingga berpotensi besar dalam peningkatkan kualitas spiritualitas kita.
Oleh sebab itu, dalam rangka mempertahankan kemenangan tersebut, menjadi sangat penting untuk mengambil madrasah imaniah di bulan Ramadan, menjadi madrasah imaniah di sebelas bulan lainnya dengan cara mengistikamahkan puasa di luar bulan Ramadan.
Hadirin kaum muslimin yang dimuliakan Allah Swt,
Ramadan yang telah menjadi amalan spiritual tertinggi setiap muslim harus mampu dipertahankan di sebelas bulan di luar Ramadan.
Caranya tidak lain adalah dengan merujuk kepada apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw dengan tetap berpuasa, qiyamul lail, dan membaca Al-Qur’an di luar Ramadan.
Banyak di antara kita jika memasuki bulan Syawal sudah tidak menjalankan lagi puasa sunah yang ada di dalamnya, sehingga spiritualitas kita yang sudah terbang tinggi tiba-tiba terjun bebas dan mendarat darurat.
Padahal Rasulullah saw telah mengajarkan kepada kita untuk menurunkan kuantitas puasa kita secara perlahan dari 30 hari di Ramadan menjadi 20 hari di Syawal, yaitu dengan berpuasa Senin Kamis, puasa ayyamul bid dan puasa Syawal.
Demikian juga nanti ketika memasuki bulan Zulkaidah, dan akan naik lagi di bulan Zulhijah, begitulah seterusnya, sehingga setiap bulan paling tidak kita bisa mengistikamahkan puasa kita sebanyak sebelas hari, yaitu dengan puasa Senin Kamis dan ayyamul bid.
Dengan mengistikamahkan puasa sunah setiap bulan, dan kemudian menyertainya dengan qiyamul lail setiap malam itulah yang akan menjadikan kita mampu mempertahankan kemenangan kita terhadap hawa nafsu sepanjang bulan dalam satu tahun.
Semoga Allah Swt menganugerahkan kepada kita semua kemampuan untuk bersikap istikamah dalam mempertahankan amalan Ramadan, sehingga spiritualitas kita bisa berada pada kondisi stabil untuk ditingkatkan lebih tinggi lagi pada Ramadan berikutnya.
Link PDF Teks Khutbah Jumat 28 Maret 2025
Untuk mengunduh teks khutbah Jumat di atas secara lengkap, Anda bisa klik link PDF berikut ini.
Link PDF Teks Khutbah Jumat 28 Maret 2025
Demikianlah contoh teks khutbah Jumat 28 Maret 2025 lengkap dengan link PDF untuk mengunduhnya. Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Link PDF Teks Khutbah Jumat 7 Maret 2025: Ramadan, Bulan Mereka yang Kurang Beruntung
Baca artikel dan berita update lainnya dari Sonora.id di Google News.