Sonora.ID - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan keprihatinannya terkait ditemukannya sembilan produk jajanan anak yang mengandung unsur babi (porcine).
Temuan ini sebelumnya diumumkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Menurut KPAI, produk-produk ini secara jelas menyasar anak-anak sebagai target pasar utama karena memiliki tampilan menarik dan rasa manis yang disukai anak-anak.
Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menilai situasi ini sangat memprihatinkan.
“Anak-anak menjadi sasaran utama produk ini. Selain tidak halal, kandungan dalam jajanan tersebut juga berisiko bagi kesehatan,” kata Jasra pada Selasa, 22 April 2025.
Baca Juga: 9 Makanan Mengandung Babi Temuan BPOM-BPJPH, Ada yang Bersertifikat Halal!
Ironisnya, beberapa dari produk tersebut beredar luas di masyarakat dengan label halal palsu, bahkan ada yang telah bersertifikat halal namun ternyata mengandung unsur babi.
BPJPH mengonfirmasi bahwa dari sembilan produk yang ditemukan, tujuh di antaranya telah memiliki sertifikasi halal, sedangkan dua lainnya tidak.
Kepala BPJPH, Ahmad Haikal Hasan, menambahkan bahwa produk-produk tersebut tidak mencantumkan informasi tentang kandungan babi di kemasan, sehingga sangat berpotensi menyesatkan konsumen, khususnya umat Muslim.
Daftar Produk Mengandung Babi Temuan BPOM dan BPJPH:
Produk bersertifikat halal:
Produk tidak bersertifikat halal:
KPAI juga menemukan bahwa penjualan beberapa dari produk tersebut di platform e-commerce sangat tinggi. Di satu gerai online di Jakarta Utara, misalnya, satu jenis marshmallow telah terjual hingga 70 ribu kali.
“Kalau itu hanya dari satu gerai, bagaimana dengan distribusinya di daerah lain, terutama di pelosok?” ujar Jasra.
KPAI menyebut pencantuman logo halal secara sembarangan sebagai tindakan penipuan konsumen. Jasra mengingatkan bahwa pelaku usaha wajib memberi keterangan jelas jika produknya tidak halal, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal serta peraturan pelaksananya, yakni PP Nomor 42 Tahun 2024.
Selain itu, Jasra juga menyinggung Pasal 8 dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang melarang penjualan produk yang tidak sesuai dengan label. Jika terbukti melanggar, pelaku usaha bisa dikenai pidana hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp 2 miliar.
Kenali Istilah Tersembunyi Terkait Babi dalam Produk Makanan
Sebagai tambahan informasi, masyarakat juga diimbau lebih waspada terhadap istilah asing yang mengindikasikan kandungan babi dalam makanan.
Misalnya, istilah “porcine” yang sering digunakan dalam dunia medis atau label “this product contains substance from porcine” yang artinya produk mengandung bahan dari babi.
Beberapa istilah lain seperti pork, ham, bacon, lard, atau istilah dalam bahasa asing seperti charsiu, b2, tonkatsu, hingga dwaeji juga merujuk pada daging atau olahan babi.
Informasi ini penting diketahui agar konsumen tidak terkecoh saat membaca komposisi bahan produk.
Cermati Kode E pada Kemasan
BPOM juga memperingatkan soal kode E (E-numbers) yang menandai zat aditif dalam makanan.
Kode mulai dari E432 hingga E572, atau E471 sampai E476, diketahui berasal dari bahan hewani yang bisa saja mengandung babi.
Oleh karena itu, kehadiran label halal dari MUI menjadi patokan utama bagi konsumen Muslim dalam memilih produk makanan.