يُّرْسِلِ السَّمَاۤءَ عَلَيْكُمْ مِّدْرَارًاۙ
Artinya, “(Jika kamu memohon ampun,) niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu.”
وَّيُمْدِدْكُمْ بِاَمْوَالٍ وَّبَنِيْنَ وَيَجْعَلْ لَّكُمْ جَنّٰتٍ وَّيَجْعَلْ لَّكُمْ اَنْهٰرًاۗ
Artinya, “Memperbanyak harta dan anak-anakmu, serta mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.”
Dalam Kitab Hasyiyatus Shawi 'ala Tafsiril Jalalain karya Syekh Ahmad bin Muhammad As-Shawi Al-Maliki, juz IV, halaman 326, disebutkan bahwa istighfar menjadi kunci dari berbagai permasalahan seperti sempitnya rezeki dan berbagai permasalahan yang komplek.
Diriwayatkan dari Al-Hasan, suatu ketika datang kepadanya orang-orang dengan berbagai permasalahan yang dihadapi.
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Singkat Paling Bagus, Penuh Makna Menyentuh Hati
Orang pertama mengadu tentang kondisi ekonominya yang begitu terpuruk. Kebutuhan keluarga yang ia tanggung tak dapat ia cukupi.
Orang kedua mengadu tentang kondisi di mana ia belum dikarunia keturunan oleh Allah swt. Ia menginginkan buah hati sebagai penerusnya.
Orang ketiga adalah seorang petani yang tidak pernah mendapatkan hasil maksimal dari tanamannya. Selam bercocok tanam, ia selalu menghadapi permasalahan seperti hama dan kekeringan yang melanda.
Mendengar keluhan dari orang-orang tersebut, Al-Hasan hanya menjawab dengan satu kalimat:
اِسْتَغْفِرِ اللهَ
Artinya, "Bacalah istighfar, mintalah ampunan kepada Allah."
Mendengar jawaban yang singkat ini, Rabi' bin Shahib pun memberanikan diri untuk bertanya:
“Wahai Al-Hasan, banyak orang yang mendatangimu dengan mengadukan berbagai hal dan meminta (pertolongan) bermacam-macam kepadamu. Tapi mengapa hanya istighfar yang kau jadikan sebagai solusi jalan keluar?" Al-Hasan pun terdiam, kemudian ia hanya membacakan Surat Nuh ayat 10-12 ini.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Kisah ini menunjukkan kepada kita bahwa memohon ampun dengan senantiasa membaca istighfar mampu menjadi solusi dari berbagai permasalahan.
Rasulullah pun telah mengajarkan kita berbagai redaksi bacaan istighfar di antaranya adalah Sayyidul istighfar yakni:
اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ. أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ. أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ. فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ
Artinya, “Hai Tuhanku, Engkau Tuhanku. Tiada tuhan yang disembah selain Engkau. Engkau yang menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu. Aku berada dalam perintah iman sesuai perjanjian-Mu sebatas kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan yang kuperbuat. Kepada-Mu, aku mengakui segala nikmat-Mu padaku. Aku mengakui dosaku. Maka itu ampunilah dosaku. Sungguh tiada yang mengampuni dosa selain Engkau.”
Dalam kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi dianjurkan untuk memasukkan Sayyidul Istighfar ke dalam doa harian. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Syaddad bin Aus:
وَمَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوقِنًا بِهَا، فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ قَبْلَ أَنْ يُمْسِىَ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهْوَ مُوقِنٌ بِهَا، فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ، فَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Artinya, “Barangsiapa mengucapkannya pada siang hari dan meyakininya, lalu dia mati pada hari itu sebelum waktu sore, maka dia termasuk penghuni surga. Dan barangsiapa mengucapkannya pada malam hari dalam keadaan meyakininya, lalu dia mati sebelum waktu pagi, maka dia termasuk penghuni surga.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Demikianlah upaya-upaya batin yang perlu kita lakukan agar kita senantiasa mendapatkan rezeki berkah dan lancar dari Allah melalui bacaan istighfar. Semoga kita bisa mengamalkan istighfar dalam setiap langkah kehidupan kita di dunia. Amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمُ
3. Khutbah Jumat: Bijak Bermedia Sosial, Hindari Scrolling Berlebihan
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِطَرِيْقِهِ الْقَوِيْمِ، وَفَقَّهَنَا فِي دِيْنِهِ الْمُسْتَقِيْمِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ شَهَادَةً تُوَصِّلُنَا إِلىَ جَنَّاتِ النَّعِيْمِ، وَتَكُوْنُ سَبَبًا لِلنَّظْرِ إِلَى وَجْهِهِ الْكَرِيْمِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ السَّيِّدُ السَّنَدُ الْعَظِيْمُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أُوْلِى الْفَضْلِ الْجَسِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ الْكَرِيْمِ، فَإِنِّي أُوْصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ الْحَكِيْمِ، الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ: الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ، وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ. صَدَقَ اللّٰهُ الْعَظِيْمُ
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Alhamdulillahi rabbil alamin, puji syukur kepada Allah SWT yang telah menganugerahkan kepada kita nikmat waktu, akal, dan keluarga, serta nikmat-nikmat lain yang seharusnya kita jaga dan kita manfaatkan sebaik mungkin.
Semoga Allah senantiasa menuntun kita untuk lebih bijak dalam menggunakan waktu, menjaga konsentrasi, dan tidak membiarkan dunia maya merampas kualitas hidup dan amanah yang ada di dunia nyata.
Shalawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, Allahumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi.
Sosok teladan sempurna dalam berucap, bertindak, dan menunaikan amanah dengan penuh tanggung jawab.
Di tengah maraknya kebiasaan lalai akibat penggunaan media sosial yang berlebihan, semoga kita mampu meneladaninya dalam mengatur waktu, menjaga konsentrasi, dan tidak melupakan tanggung jawab yang telah Allah berikan kepada kita semua. Amin ya rabbal alamin.
Selanjutnya, sudah menjadi kewajiban kami sebagai khatib dalam pelaksanaan shalat Jumat ini, untuk senantiasa mengingatkan para jamaah agar terus berusaha meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Takwa merupakan inti dari semua ajaran Islam, karena di dalamnya kita dituntut untuk mengerjakan semua yang Allah perintah, dan menjauhi semua larangan-larangan-Nya.
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Salah satu tantangan nyata di era digital ini bagi kita adalah kecenderungan untuk terlalu sering dan terlalu lama tenggelam dalam aktivitas scrolling media sosial.
Tentu kebiasaan ini tidak hanya membuang waktu, tetapi juga mengganggu fokus kita dalam menjalani tugas sehari-hari, baik berupa pekerjaan, ibadah, maupun tanggung jawab keluarga.
Tanpa disadari, kita bisa kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang lebih penting, seperti menjaga hubungan dengan keluarga dan mendidik anak.
Oleh karena itu, agar tidak terjebak dalam kebiasaan scrolling yang sia-sia, penting bagi kita untuk menetapkan tujuan sejak awal sebelum membuka media sosial.
Pastikan informasi apa yang ingin kita cari atau pahami hari ini? Dengan tujuan yang jelas, kita bisa lebih selektif dalam menyaring konten dan menghindari terpaan informasi yang justru melemahkan fokus.
Alih-alih menjadi korban arus algoritma, kita bisa memanfaatkan platform digital sebagai sarana untuk menambah wawasan dan memperkuat nilai-nilai yang kita pegang.
Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa salah satu ciri khas dari orang-orang beriman yang beruntung adalah ketika mereka mampu berpaling dan menjauh dari perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, tentu saja salah satu contoh nyata dalam hal ini adalah terlalu lama dan terlalu sering scrolling media sosial disebabkan tidak adanya tujuan yang jelas dalam bermedia. Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ * الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاتِهِمْ خَاشِعُونَ * وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ
Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusuk dalam shalatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.” (QS Al-Mu’minun [23]: 1-3).
Merujuk penjelasan Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’anil Adzim, jilid V, halaman 462, bahwa menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak berguna mencakup perbuatan syirik, maksiat, serta segala ucapan dan tindakan yang tidak memberikan manfaat apa-apa. Maka orang beriman yang beruntung adalah mereka yang berhasil menjauhkan dirinya dari semua itu,
مُعْرِضُوْنَ. أَيْ: عَنِ الْبَاطِلِ، وَهُوَ يَشْمَلُ الشِّرْكَ وَالْمَعَاصِي وَمَا لاَ فَائِدَةَ فِيْهِ مِنَ الْأَقْوَالِ وَالْأَفْعَالِ
Artinya, “Menjauh, yaitu menjauh dari kebatilan, yang mencakup syirik, dosa-dosa, serta segala perkataan dan perbuatan yang tidak ada manfaatnya.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Oleh sebab itu, terlalu sering dan terlalu lama tenggelam dalam scrolling media sosial bisa menjadi suatu kebiasaan yang tidak berfaedah.
Jika tidak dikontrol, kebiasaan ini bisa mengarah pada pemborosan waktu yang seharusnya kita gunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat dan produktif.
Berjam-jam menghabiskan waktu di media sosial tanpa tujuan yang jelas dapat merusak konsentrasi kita dalam menjalani aktivitas sehari-hari, seperti bekerja, beribadah, bahkan mengurus keluarga.
Tanpa disadari, perhatian kita terbagi dan kita mulai kehilangan fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti mendidik anak, menjaga kualitas ibadah, dan memenuhi kewajiban sosial.
Karenanya, mari kita tingkatkan kesadaran diri untuk lebih bijak dalam menggunakan teknologi, agar kita tidak terjebak dalam kebiasaan yang tidak memberi manfaat dan menjauhkan kita dari kebaikan yang sesungguhnya.
Maka sangat tepat, jika Rasulullah saw menegaskan kepada kita semua bahwa termasuk dari tanda kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak memiliki manfaat pada dirinya. Nabi bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
Artinya, “Sebagian dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (HR at-Tirmidzi).
Selain hadits di atas, dalam salah satu kaedah fiqih disebutkan perihal pentingnya fokus pada tujuan utama yang ingin dicapai.
Sebab ketika tidak, maka kefokusannya akan teralihkan pada sesuatu yang tidak menjadi tujuan. Dalam salah satu kaedah fiqih disebutkan:
اَلْاِشْتِغَالُ بِغَيْرِ الْمَقْصُوْدِ إِعْرَاضٌ عَنِ الْمَقْصُوْدِ
Artinya, “Menyibukkan diri dengan sesuatu yang bukan tujuan utama adalah bentuk berpaling dari tujuan yang sebenarnya.”
Ma’asyiral Muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita mengontrol kembali cara kita menggunakan waktu, terutama ketika berselancar di media sosial.
Aktivitas scrolling yang terlalu sering dan lama, tanpa arah dan tujuan yang jelas, bisa menjadi bentuk nyata dari berpaling dari tujuan yang utama.
Kita larut dalam lautan informasi dan hiburan, sementara tugas-tugas utama kita, seperti belajar, bekerja, mendidik anak, atau memperbaiki diri justru terabaikan.
Fokus menjadi kabur, konsentrasi menipis, dan tanggung jawab perlahan ditinggalkan.
Maka mari kita kembalikan kendali atas waktu kita, mengutamakan yang pokok daripada yang remeh, dan tidak menjadikan dunia maya sebagai pelarian dari kewajiban yang nyata.
Demikian adanya khutbah Jumat, perihal efek scrolling media sosial terlalu sering dan lama.
Semoga menjadi khutbah yang membawa berkah dan manfaat bagi kita semua. Amin ya rabbal alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Baca berita update lainnya dari Sonora.id di Google News
Baca Juga: 3 Khutbah Jumat Akhir Syawal, Singkat Tapi Penuh Makna Menyentuh